5 Tantangan Utama dalam Mengungkap Perkara TPPU
Terbaru

5 Tantangan Utama dalam Mengungkap Perkara TPPU

Bareskrim Polri atensi khusus terhadap tracing asset guna mengembalikan uang hasil kejahatan kepada pihak yang berhak.

CR-28
Bacaan 3 Menit
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Whisnu Hermawan F (kanan) dalam diskusi Diseminasi Peraturan PPATK No.15 Tahun 2021, beberapa waktu lalu. Foto: CR-28
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Whisnu Hermawan F (kanan) dalam diskusi Diseminasi Peraturan PPATK No.15 Tahun 2021, beberapa waktu lalu. Foto: CR-28

Pencucian uang merupakan upaya perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang tersebut tampak seolah dari kegiatan yang sah/legal. Berdasarkan data perkara TPPU yang ditangani Subdit TPPU Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, setidaknya tercatat dari tahun 2017-2021, terdapat 41 perkara yang sudah P21 (hasil penyidikan sudah lengkap) dan 14 yang SP3 (perkara dihentikan penyidikannya).

“Ada 1 perkara yang kita tangani, dimana perkara ini berawal dari kerja sama PPATK dengan Polri dengan tersangka DP. Kami berhasil menyita uang sebesar Rp531 miliar yang asalnya dugaan tindak pidana dari penjualan obat ilegal. Setelah kita sita dan blokir, sekarang prosesnya ditangani oleh Kejaksaan,” ujar, Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Whisnu Hermawan F dalam diskusi Diseminasi Peraturan PPATK No.15 Tahun 2021 tentang Tata Cara Permintaan Informasi ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, beberapa waktu lalu.

Dia mengakui semua uang tersebut merupakan percampuran dari uang kejahatan dengan uang yang halal (bersih). Tetapi, Polri tetap menyita uang tersebut secara keseluruhan. Hal tersebut disebabkan oleh sulitnya memilah antara keduanya setelah dicampur-adukkan. Tapi, hal ini menjadi kewenangan Polri untuk menyita dan memblokir akses yang nantinya pengadilan yang akan menentukan (memutuskan).

Dalam pemaparannya, terdapat sejumlah regulasi yang menjadi dasar hukum Bareskrim Polr mengusut kasus TPPU. Antara lain KUHP, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No.25 Tahun 2003 tentang TPPU, dan UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Selain itu, Perkap No.6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menjadi landasan baru yang turut menjadi pijakan dalam pemberantasan TPPU. "Perkap ini istilahnya buku pintar para penyidik. Ini terkait bagaimana tata cara, proses administrasi penyidikan, termasuk dalam penyidikan kasus TPPU," bebernya. (Baca Juga: Begini Tata Cara Permintaan Informasi ke PPATK)

Terdapat pola-pola dalam kondisi terkini TPPU yang berhasil diungkap Bareskrim Polri. Pola A atau pola transaksi yang menyimpang dari pola transaksi umum pada periode waktu sebelumnya (insidentil) ini sering terjadi dalam kasus pinjaman online. Pola B yakni pola transaksi yang melibatkan orang atau pihak yang terkait seperti dalam kasus tersangka DP. Pola C, merupakan pola transaksi memutar (u-turn) baik antar rekening milik subyek ataupun pihak lain yang pada akhirnya kembali ke rekening subyek. Dengan kata lain, berpura-pura menggunakan rekening lain yang bersih kemudian dikembalikan lagi ke rekening asal.

Whisnu mencontohkan dalam kasus Tersangka DP yang sudah melancarkan kejahatannya sejak tahun 2005, dimana dia menggunakan pola menyembunyikan hasil penjualan obat ilegal di rekening istri, anak, dan keluarganya. Dengan berdalih uang itu adalah hasil penjualan rumah atau kekayaan orang tua. Namun setelah penjualan obat itu merenggut nyawa korban di wilayah Jawa Timur, Bareskrim berhasil menemukan titik terang bahwa penjualan obat-obatan ilegal itu dimasukan ke satu rekening penampung.

Untuk itu, Bareskrim menjalin kerja sama dengan PPATK untuk mengungkap adanya indikasi TPPU. "Sebetulnya kenapa kita bisa berhasil mengungkap kasus-kasus ini karena kita ada informasi intelijen,” ujarnya.

Dia memaparkan sejumlah tahapan dalam mengungkap tabir kasus TPPU. Antara lain harus disusun informasi hasil analisis PPATK dalam bentuk laporan informasi (LI) sebagai bentuk produk intelijen. Selanjutnya, melengkapi administrasi penyelidikan yang diperlukan seperti surat perintah penyelidikan, dan lain sebagainya. “Barulah kemudian dapat menyusun rencana penyelidikan berdasarkan rencana dan langkah tindak lanjut yang dirumuskan saat melakukan analisis terhadap hasil analisis PPATK.”

Dalam memberantas TPPU, setidaknya ada lima tantangan utama yang harus dihadapi. Pertama, perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi informasi dimana kemudahan transaksi keuangan yang disediakan oleh penyedia jasa perbankan memberi dampak terhadap kemudahan dan kecepatan transaksi, sehingga sulit dicegah, dilacak dan dikejar. Kedua, munculnya transaksi keuangan model baru yang terus berkembang seperti contohnya kripto.

Ketiga, transaksi keuangan menggunakan rekening pihak lain (nominee). Keempat, transaksi keuangan melalui penyedia jasa keuangan non bank seperti jasa penukaran uang (money changer), jasa pengiriman uang (money remittance), jasa pembiayaan (finance), asuransi, koperasi simpan pinjam, dan lain-lain. Kelima, sebagian pelaku tindak pidana pencucian uang menghindari transaksi melalui jasa perbankan dan lembaga keuangan lainnya juga memilih melakukan transaksi keuangan tunai (cash basis) agar tidak mudah dilacak.

"Jadi, hubungan kami dengan PPATK dan Kejaksaan terus dikembangkan agar dalam menindak TPPU ini dapat lebih baik terutama terkait tracing asset yang sangat penting. Diharapkan informasi yang diterima itu sangat cepat dalam penanganannya karena penting bagaimana mengembalikan uang kejahatan itu kepada yang berhak, ini akan menjadi atensi kami untuk mencari harta yang bermasalah," tutupnya.

Tags:

Berita Terkait