7 Usulan Penataan Regulasi Nasional
Berita

7 Usulan Penataan Regulasi Nasional

JDIH merupakan bukti kehadiran negara.

Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit

Kelima, adopsi analisis dan evaluasi untuk semua jenis peraturan perundang-undangan, tidak hanya jenis Undang-Undang. UU No. 15 Tahun 2019 menggunakan istilah ‘pemantauan dan peninjauan’. Cuma, seperti dikritik Bayu, hanya disinggung pemantauan dan peninjauan terhadap Undang-Undang. Pemantauan dan peninjauan oleh DPR, DPD dan Pemerintah dilakukan setelah Undang-Undang berlaku.

(Baca juga: Perlu Dipahami! Pemerintah Tetapkan 5 Dimensi Penataan Regulasi Nasional).

Keenam, adopsi atau pembentukan lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Lembaga khusus ini bertugas mengurus dari huku sampai hilir pembentukan peraturan perundang-undangan. Korea Selatan adalah salah satu negara yang memiliki lembaga khusus dimaksud.

Ketujuh, menyelenggarakan judicial review satu atap di Mahkamah Konstitusi. Indonesia menggunakan sistem dua atap dalam pengujian peraturan perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD. Kamar lain, Mahkamah Agung, berwenang menguji jenis peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang. Penyatuan atap perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada jenis peraturan perundang-undangan apapun yang bertentangan dengan UUD 1945. Padahal, sangat mungkin Peraturan Daerah (Perda), misalnya, bertentangan dengan UUD 1945.

Kehadiran Negara

Berkaitan dengan penataan regulasi, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), HR Benny Riyanto, mengatakan pemerintah telah melakukan banyak hal, salah satunya membangun jaringan dokumentasi dan informasi hukum (JDIH). Pedoman pengelolaan JDIH nasional itu diatur dalam Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Informasi dan Dokumentasi Hukum.

JDIH pada dasarnya adalah sarana penyediaan dan pemberian pelayanan informasi hukum di lingkungan pemerintah. Menurut Benny Riyanto, JDIH adalah wujud kehadiran negara untuk melayani kebutuhan warga negara. “Ini sebagai wujud negara hadir mencerdaskan hukum bagi masyarakatnya,” ujar Guru Besar Universitas Diponegoro itu dalam diskusi bedah buku Pokok-Pokok Pemikiran Penataan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia’, Sabtu (14/11).

Dijelaskan pula bahwa JDIH bukan hanya melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi juga dapat dimanfaatkan kalangan perguruan tinggi. Lebih dari 60 perguruan tinggi yang sudah menjadi anggota jaringan tersebut. Sekitar 45 ribu dokumen hukum sejak zaman Belanda hingga produk terbaru sudah tersedia di JDIH. “JDIH akan kami jadikan semacam google-nya hukum Indonesia,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait