Ada Tekanan Internasional Saat Membentuk Pengadilan HAM
Berita

Ada Tekanan Internasional Saat Membentuk Pengadilan HAM

Wakil pemerintah sempat diingatkan hakim Mahkamah Konstitusi agar memberikan keterangan secara hati-hati.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Jimly Asshiddiqie pun ikut unjuk bicara. Ia mengingatkan agar selaku wakil pemerintah, Abdul Gani agar berbicara hati-hati. Sebab apapun yang dijelaskan pemerintah akan dicatat dan menjadi dasar bagi MK untuk mengambil keputusan atas permohonan judicial review itu.

 

Seusai sidang, Hamid Awaluddin enggan menjawab pertanyaan seputar adanya tekanan dunia internasional itu.

 

Yang terjadi kemudian, Abdul Gani meralat ucapannya. Ia menjelaskan bahwa maksud pembuatan Undang-Undang Pengadilan HAM adalah untuk melindungi warga negara Indonesia agar tidak diadili di luar negeri.

 

Apalagi pada saat itu muncul desakan, bila pemerintah Indonesia tidak bisa membentuk pengadilan HAM, maka mereka yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat di Timor Timur akan diadili di pengadilan internasional. Dan pemerintah merasa berkewajiban untuk melindungi warganya.

 

Ditambahkan Abdul Gani, tidak semua perkara pelanggaran HAM berat yang dituduhkan bisa menjadi kewenangan pengadilan ad hoc. Suatu perkara bisa menjadi kewenangan pengadilan ad hoc apabila kasus pelanggaran HAM  berat sebelum UU 26/2000 diundangkan jelas locus delicti dan tempus delicti-nya. Kalau tidak jelas, maka tidak bisa menjadi wewenang pengadilan HAM ad hoc, ujarnya.

 

Terkait dengan pasal 43 ayat (1) yang dimohonkan judicial review, Gani menyebutnya sebagai satu kesatuan hukum yang memberikan kewenangan kepada pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang tempus delicti dan locus delicti-nya ada dan terjadi sebelum Undang-Undang No. 26/2000.

 

Pengacara pemohon OC Kaligis menilai pemerintah mengalami penyakit paranoid yang berkelebihan. Sebab, di satu pihak mengatakan pasal 28 I UUD 1945 (larangan penggunaan asas retroaktif) secara absolut harus ditaati. Sedangkan pasal 28 J dikatakan dasar hukum bagi pengadilan HAM yang berlaku. Asas hukum universal tidak berlaku surut itu sudah diterima oleh hampir semua anggota masyarakat beradab, kata Kaligis.

Tags: