Ahli Sebut Jamsos TNI dan Polri Sebaiknya Tetap Harus Dibedakan
Berita

Ahli Sebut Jamsos TNI dan Polri Sebaiknya Tetap Harus Dibedakan

Hal wajar bila para pemohon mendapat kompensasi jaminan sosial yang berbeda dengan pegawai pada umumnya karena pengabdiannya seumur hidup kepada bangsa dan negara.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Sebelumnya, para pemohon mempersoalkan Pasal 65 UU BPJS. Mereka menganggap hak konstitusionalnya akan dirugikan karena ada potensi penurunan manfaat program jika dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, mereka selama ini telah menikmati manfaat prima yang diberikan oleh PT Asabri.

Selengkapnya, Pasal 65 ayat (1) berbunyi, “PT Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.” 

Asabri bentuk wujud keadilan pemerintah atas perlindungan jaminan sosial yang memadai bagi TNI dan Polri sehubungan risiko kematian (gugur atau tewas) dalam melaksanakan tugas. Ketentuan penyelenggaraan program asuransi sosial angkatan bersenjata ini dilakukan terpisah dari asuransi PNS yang diatur PP No. 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata.

Menurutnya, data pribadi peserta baik prajurit TNI maupun Polri harus dijaga kerahasiaannya karena menyangkut profesi jabatan yang diemban. Sifat ketenagakerjaan prajurit TNI dan anggota Polri berbeda dengan sifat ketenagakerjaan yang diatur UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  Seperti, jam kerja, lembur, upah, cuti, kebebasan berserikat.

Baginya, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memberi jaminan kebutuhan dasar hidup layak setiap peserta dan/atau anggota keluarganya berdasarkan asas-asas umum, seperti asas manfaat yang selama ini telah diperoleh dan dirasakan para anggota TNI dan Polri baik aktif ataupun pensiunan PT Asabri. Karena itu, ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Tags:

Berita Terkait