Aktivis HAM dan Pemerintah Beda Pendapat Soal Komisi Ahli
Berita

Aktivis HAM dan Pemerintah Beda Pendapat Soal Komisi Ahli

Pemerintah bisa saja menolak kehadiran Komisi Ahli, tetapi tidak bisa menghalang-halangi kerja Komisi bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut. Sementara, kerangka acuan KKP bentukan Pemerintah dipandang aktivis HAM sangat buruk.

Mys
Bacaan 2 Menit
Aktivis HAM dan Pemerintah Beda Pendapat Soal Komisi Ahli
Hukumonline

 

Koordinator Kontras, Usman Hamid, berpendapat jika pembentukan KKP dimaksudkan Pemerintah untuk rekonsiliasi, maka sudah ada wadahnya. Di Timor Leste sudah terbentuk Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi; sementara di Indonesia sudah ada Komnas HAM. Oleh karena itu, menurut Usman, yang dibutuhkan sekarang adalah penegakan hukum dan keadilan.  

 

Problemnya, draft KKP menunjukkan bahwa proses hukum tampaknya bakal dihindari. Poin ke-10 draft kerangka acuan KKP menyebutkan Indonesia dan Timor Leste memilih untuk mencari kebenaran dan membangun persahabatan sebagai suatu pendekatan baru dan unik ketimbang proses penuntutan (hukum).

Kalangan aktivis dan organisasi pemantau hak asasi manusia berbeda pendapat dengan Pemerintah dalam memandang kehadiran Komisi Ahli (Commission of Experts) yang akan meninjau proses hukum atas pelanggaran HAM berat di Timor Timur. Pemerintah memandang kehadiran Komisi Ahli tidak diperlukan lagi karena Indonesia dan Timor Timur sudah sepakat membentuk Commission of Truth and Friendship atau Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP).

 

Namun, kalangan pemantau HAM menilai KKP lebih tidak diperlukan. Kehadiran Komisi Ahli justeru dipandang lebih penting dibanding KKP. Dua lembaga pemantau HAM, Elsam dan Kontras, menilai draft kerangka acuan KKP masih sangat buruk. Kerangka acuan yang dibuat kedua negara terkesan disusun secara tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. Draft itu disusun tanpa konsultasi publik, kata Ifdhal Kasim, Direktur Eksekutif Elsam.

 

Komisi Ahli adalah Komisi yang dibentuk PBB pada 18 Februari lalu, sebagai bentuk keprihatinan dunia internasional terhadap proses hukum pelanggaran HAM berat pasca jajak pendapat Timor Timur, baik di Jakarta maupun di Dili. Ini merupakan tindak lanjut penilaian Dewan Keamanan PBB bahwa Indonesia telah gagal menghukum pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tewasnya sekitar 1500 warga Timtim selama dan pasca jajak pendapat.

 

Sekjen PBB Koffi Annan sudah menunjuk tiga orang anggota Komisi Ahli yang bertugas meninjau proses hukum kasus pelanggaraan HAM berat tersebut.  Mereka yang ditunjuk sebagai anggota Komisi Ahli adalah Prafullachandra Bhagwati (hakim asal India), Prof. Yozo Yokota asal Jepang, dan Shaista Shameem asal Fiji.

 

Komnas HAM, Elsam dan Kontras sudah menyatakan kesiapan mereka untuk  menerima kehadiran Komisi Ahli. Namun Pemerintah tampaknya akan tetap menolak kehadiran mereka. Sinyal penolakan terungkap dalam Rapat Kerja dengan Komisi III dengan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin kemarin. Hamid mempertanyakan dasar hukum pembentukan Komisi Ahli tersebut. Bahkan seorang anggota DPR mendesak agar Pemerintah tegas menolak kehadiran mereka.

Tags: