Alasan MK Tolak Uji Kontitusionalitas Seleksi Hakim Ad Hoc MA
Utama

Alasan MK Tolak Uji Kontitusionalitas Seleksi Hakim Ad Hoc MA

Proses seleksi hakim ad hoc yang dilakukan KY masih dapat dibenarkan sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD Tahun 1945. KY mengapresiasi putusan MK yang telah memperkuat konstitusionalitas kewenangan KY dalam melakukan seleksi hakim ad hoc di MA ini.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) secara bulat menolak permohonan pengujian Pasal 13 huruf a UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial (KY) terkait kewenangan KY mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA). MK memandang wewenang KY dalam hal pengangkatan hakim atau seleksi ad hoc pada MA konstitusional, tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945.   

Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan Putusan MK Nomor 92/PUU-XVIII/2020 dari ruang sidang MK, Rabu (24/11/2021).   

Permohonan ini diajukan oleh Burhanudin, dosen yang pernah mengikuti seleksi hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) pada 2016. Burhanuddin merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh Pasal 13 huruf a UU KY, khususnya mempersoalkan frasa “dan hakim ad hoc”. Bagi pemohon, menyamakan hakim ad hoc dengan hakim agung merupakan pelanggaran konstitusional terhadap Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Ketentuan hakim ad hoc bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan MA baik yang ditentukan dalam UUD 1945 maupun UU Kekuasaan Kehakiman.

Menurutnya, berlakunya Pasal 13 huruf a UU KY, telah memperluas kewenangan KY yang semula hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung, tapi juga mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di MA. Memperlakukan seleksi yang sama antara calon hakim agung dengan hakim ad hoc di MA yang memiliki perbedaan baik secara struktural, status, bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan. Karena itu, pemohon meminta agar Pasal 13 huruf a UU KY dinyatakan bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. (Baca Juga: Berharap Wewenang Pengangkatan Hakim Ad Hoc MA Tetap Konstitusional)

Mahkamah mengutip pertimbangan Putusan MK Nomor 43/PUU-XIII/2015 yang menyebut frasa “wewenang lain” dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 semata dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim, tidak dapat diperluas dengan tafsiran lain. Mengacu Pasal 24 UUD Tahun 1945, pertimbangan dimaksud hanya membatasi kewenangan KY dalam proses seleksi calon hakim pada pengadilan tingkat pertama (yang merupakan wewenang MA, red), bukan dalam seleksi calon hakim agung.

Wujud konkrit politik hukum dapat dilacak dalam Pasal 1 angka 5 UU 18/2011 yang menyatakan, “hakim adalah hakim dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan”. Arah politik hukum dalam Pasal 1 angka 5 UU 18/2011 ini dimaksudkan tidak membedakan antara hakim dan hakim ad hoc. Karena tidak membedakannya, khusus pengangkatan hakim agung, Pasal 13 huruf a UU 18/2011 secara eksplisit mengatur, “Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan”.

Politik hukum pembentuk UU tidak membedakan antara hakim agung dan hakim ad hoc di MA sepanjang berkaitan dengan wewenang perekrutan. Terlebih, tugas, fungsi, dan tanggung jawab terhadap (penanganan, red) perkara, tidak terdapat perbedaan antara hakim agung dengan hakim agung ad hoc di MA.” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah.  

Menurut Mahkamah, hal demikian dapat ditempatkan sebagai kebijakan hukum pembentuk undang-undang (open legal policy) untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka memberikan perlindungan, jaminan, dan kepastian hukum yang adil. Karena itu, wewenang perekrutan hakim ad hoc pada MA berkaitan erat dengan upaya menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim demi tegaknya hukum dan keadilan. Dengan adanya hakim ad hoc pada MA diharapkan dapat memberi kontribusi meningkatkan kualitas putusan di MA melalui keahlian khusus yang dimiliki hakim ad hoc.

Demi mewujudkan kemerdekaan kekuasaan kehakiman melalui prinsip independensi dan imparsialitas hakim, dalam konteks itu, seleksi hakim ad hoc di MA oleh KY harus dilaksanakan secara profesional dan objektif. “Menurut Mahkamah, sampai sejauh ini proses seleksi yang menjadi kewenangan KY dalam menyeleksi hakim ad hoc di MA masih diperlukan dan sepanjang ada permintaan dari MA,” begitu bunyi pertimbangan Mahkamah.

Dengan demikian, secara konstitusional, UUD 1945 telah menentukan desain pengisian hakim agung sebagai jabatan/posisi hakim tertinggi di lingkungan MA dilakukan oleh KY. Merujuk politik hukum pembentukan UU 18/2011, terutama memposisikan hakim ad hoc di MA, maka proses seleksi hakim ad hoc yang dilakukan KY masih dapat dibenarkan sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD Tahun 1945.

Selain itu, proses seleksi yang dilakukan lembaga independen yang didesain oleh konstitusi tidaklah bertentangan dengan hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum itu, menurut Mahkamah dalil-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.”

Sebagai Pihak Terkait dalam pengujian UU KY ini, KY mengapresiasi putusan MK yang telah memperkuat konstitusionalitas kewenangan KY dalam melakukan seleksi hakim ad hoc di MA sebagaimana diatur dalam Pasal 13 huruf a UU KY. Dalam menghadapi persidangan ini, KY sudah berusaha mengerahkan semua sumber daya yang ada.

“Untuk itu, dengan dipertahankannya kewenangan ini melalui Putusan MK, ke depan KY berupaya meresponsnya dengan melakukan seleksi terhadap calon hakim ad hoc di MA dengan sebaik-baiknya,” ujar Anggota/Ketua Bidang SDM, Hukum, Advokasi, Penelitian, dan Pengembangan KY Binziad Kadafi, Kamis (24/11/2021).     

Dia menilai poin penting lain yang KY apresiasi dari putusan MK ini adalah penguatan terhadap posisi kelembagaan KY yang ditegaskan memang didesain untuk menjaga kemandirian hakim. Utamanya melalui seleksi terhadap hakim agung dan hakim ad hoc di MA dan wewenang lain dalam rangka menjaga serta menegakkan kehormatan hakim.

Tags:

Berita Terkait