Anggota DPR Dukung Aksi Buruh Mogok
Berita

Anggota DPR Dukung Aksi Buruh Mogok

Panja Pengupahan akan berikan rekomendasi kepada pemerintah.

ADY
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR Dukung Aksi Buruh Mogok
Hukumonline
Serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia-Komite Aksi Upah (GBI-KAU) menggelar unjuk rasa dan mogok nasional 24-27 November 2015 di kawasan industri yang ada di 22 provinsi.

Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, menyatakan dukungan terhadap aksi mogok buruh bersifat nasional tersebut. Menurutnya PP Pengupahan tidak sejalan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Pemilu Presiden 2014 terkait trilayak (kerja layak, upah layak dan hidup layak). “PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan menunjukkan potret politik upah murah yang dijalankan Pemerintah Jokowi,” kata Rieke dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Selasa (24/11).

Dalam pandangan Rieke, menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, Pemerintah semakin meliberalalisasi sistem perekonomian dalam negeri, termasuk di bidang pengupahan. Sebab lewat PP Pengupahan pemerintah mengatur kenaikan upah minimum setiap tahun hanya menggunakan variabel upah minimum tahun berjalan, inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan formula itu maka kenaikan upah minimum paling banter 10 persen setiap tahun.

Formula itu menurut Rieke menafikan variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang berpengaruh terhadap barang kebutuhan pokok, harga energi dan inflasi riil. Ujungnya, buruh menjadi miskin karena kenaikan upah minimum yang dipatok setiap tahun maksimal 10 persen tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap hari. “PP Pengupahan meniadakan komponen kebutuhan hidup layak (KHL), survei pasar dan peran Dewan Pengupahan,” urai politisi PDIP itu.

Rieke mengatakan menjelang MEA mestinya pemerintah menerbitkan kebijakan terkait ketenagakerjaan yang melindungi buruh termasuk perlindungan untuk mendapat upah layak. Ia mengingatkan dengan bergabungnya sebuah negara dalam mekanisme pasar bebas bukan berarti pemerintah lepas tangan dalam melindungi rakyatnya. “Silakan dicek ke negara lain, meski mereka ikut pasar bebas bukan berarti zero perlindungan bagi rakyatnya, terutama bagi pekerja/buruh,” tegasnya.

Rieke menilai PP Pengupahan memberangus keberadaan lembaga tripartit nasional (LKS Tripnas) yang terdiri dari unsur pemerintah, buruh dan pengusaha. Untuk bidang ketenagakerjaan, peran tripartit sangat penting sebagai dialog sosial antar pemangku kepentingan. Mekanisme tripartit itu sudah lazim digunakan di berbagai negara termasuk yang industrinya kuat.

“Saya mendukung dan bersama kaum buruh dan pekerja Indonesia, ada dalam perjuangan yang sama, mendesak Pemerintah Jokowi untuk segera mencabut PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, tetapkan upah layak, dan turunkan harga kebutuhan pokok,” tukas Rieke.

Rekan Rieke di Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago, menganggap  buruh yang melakukan unjuk rasa dan mogok nasional menuntut Pemerintah mencabut PP Pengupahan lebih karena beleid itu dipandang melanggar hak berserikat dan berunding. Ia menilai aksi yang dilakukan buruh itu menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pada saat RDPU di Komisi IX dan dihadiri oleh Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, beberapa waktu lalu Komisi IX mendesak pemerintah menunda dan mengkaji kembali PP Pengupahan.

“Komisi IX dan semua federasi Serikat Buruh menolak PP Pengupahan. Namun, Pemerintah melalui Menaker keukeuh tidak mau menunda,” ujar politisi Nasdem itu.

Akibat sikap Menaker itu Komisi IX membuat kesimpulan RDPU yang intinya mempersilakan pemerintah menggulirkan PP Pengupahan tapi resiko publik yang akan dihadapi jadi tanggung jawab Menaker dan pemerintah. Untuk mendalami polemik PP Pengupahan Komisi IX memutuskan membentuk Panja Pengupahan yang hasilnya nanti akan direkomendasikan kepada Pemerintah.
Tags: