Belum lama ini tes polymerase chain reaction (PCR) sebagai syarat wajib melakukan perjalanan di Pulau Jawa dan Bali berubah-ubah hanya dalam hitungan hari. Tidak hanya membingungkan, muncul pertanyaan serius. Apakah pemerintah bisa digugat ke pengadilan atas kebijakan publik yang sangat cepat berganti semacam ini?
Persoalannya, perubahan aturan itu berkaitan dengan biaya yang harus rakyat keluarkan dengan dana mandiri untuk tes PCR. Aturan wajib tes PCR dari atau ke wilayah Pulau Jawa dan Bali itu berubah dalam hitungan empat sampai lima hari. Aturan sudah berganti kurang dari seminggu sejak masing-masing berlaku efektif dengan petunjuk teknis Kementerian Perhubungan. Apakah berganti-ganti aturan secepat ini sah dan benar atas dasar kondisi darurat pandemi Covid-19?
Fitra Arsil, Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia lebih dulu mengingatkan pengaturan status darurat dalam hukum Indonesia. Ia menguraikannya dalam artikel jurnal berjudul Model Pengaturan Kedaruratan dan Pilihan Kedaruratan Indonesia Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19.
Fitra menjelaskan, berbagai jenis status darurat yang tersedia dalam skema hukum Indonesia berimplikasi kepada karakter kekuasaan kedaruratan yang dihasilkan. Artinya, kekuasaan ekstra yang bisa dimiliki pemerintah atas nama status darurat berbeda-beda tergantung status darurat jenis apa yang sedang diaktifkan.