Baitul Maal Wa Tamwil dan Dasar Hukum Pembentukannya
Edsus Lebaran 2023

Baitul Maal Wa Tamwil dan Dasar Hukum Pembentukannya

BMT hadir sebagai solusi sulitnya akses bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk mendapatkan pendanaan dari lembaga keuangan formal seperti bank konvensional dan lembaga sejenis.

Willa Wahyuni
Bacaan 4 Menit

Pasal 39 ayat (1) UU LKM mengkategorikan BMT sebagai LKM yang harus mulai menyesuaikan dengan ketentuan UU LKM, sebagaimana bunyi pasal tersebut yakni:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.

Sebelum memiliki legal standing, BMT merupakan sejenis organisasi yang dibentuk untuk membantu masyarakat mendapatkan modal dengan persyaratan yang mudah. Setelah adanya UU Lembaga Keuangan Mikro maka BMT diwajibkan menjelaskan statusnya dalam bentuk badan hukum koperasi atau Perseroan Terbatas.

“Legal standing BMT sebagai lembaga keuangan mikro tertuang dalam UU LKM. Seluruh pencatatannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku dengan konsep persyaratan yang lebih mudah didapatkan,” jelasnya.

Berdasarkan hal tersebut, keberadaan BMT sebagai lembaga keuangan mikro diakui dengan diterbitkannya UU LKM. Oleh sebab itu, BMT termasuk dalam kategori lembaga keuangan mikro yang pengelolaanya harus tunduk dan patuh berlandaskan ketentuan dalam UU LKM.

Bentuk BMT Berdasarkan UU LKM

Dalam Pasal 5 ayat (1) UU 1/2013 disebutkan bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a adalah: Koperasi; atau Perseroan Terbatas.Berdasarkan pasal tersebut, BMT sebagai LKM hanya dapat berbentuk badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.

Apabila BMT berbentuk koperasi maka tunduk juga pada UU No.25 Tahun 1992tentang Perkoperasian dan berada dalam pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Sedangkan jika BMT berbadan hukum perseroan terbatas maka tunduk pada UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta berada dalam pengawasan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Meski demikian, BMT di Indonesia pada umumnya berbentuk badan hukum koperasi. BMT dengan badan hukum koperasi tersebut dalam operasionalnya tunduk juga pada aturan turunan dari UU 25/1992, antara lain:

Tags:

Berita Terkait