Banyak Kebijakan Pemerintah Tidak Pro Persaingan Sehat
Utama

Banyak Kebijakan Pemerintah Tidak Pro Persaingan Sehat

Agar efeknya lebih luas, KPPU gencar memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait kebijakan yang tidak pro persaingan sehat.

Mon
Bacaan 2 Menit

 

Contohnya, UU Jasa Konstruksi. Beleid itu memberi wewenang pada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) untuk membuat regulasi di bidang jasa dan konstruksi. Salah satunya adalah sertifikasi yang menjadi modal bagi pelaku usaha untuk maasuk dalam industri jasa konstruksi. Menurut Elpi, pemberian sertifikasi itu ‘bermasalah'. Pemberian sertifikasi itu ditujukan pada kroni-kroni pengurus LPJK yang juga pelaku usaha. Harusnya sertifikasi dilakukan oleh lembaga yang independen, ujarnya.

 

Kedua, regulasi yang membatasi kemampuan pelaku usaha untuk bersaing sehat. Aturan ini berupa pengendalian harga, pembatasan promosi, standarisasi teknis yang menguntungkan pengusaha tertentu dan perlakuan khusus terhadap pelaku usaha sehingga meningkatkan biaya produksi bagi pengusaha lain. Hal ini terjadi di Jawa Timur, pemerintah daerah (Pemda) membatasi impor bulu bebek untuk bahan baku kok bulutangkis. Dengan alasan flu burung, Pemda menentukan pengusaha tertentu yang boleh mengimpor bulu bebek.

 

Ketiga, aturan yang mengurangi insentif pelaku usaha untuk bersaing. Yakni dengan membentuk organisasi pelaku usaha untuk melakukan pengaturan internal. Bisa juga dengan mensyaratkan pelaku usaha untuk memberikan informasi berupa harga, tingkat, penjualan, tingkat produksi dan biaya. Ini seharusnya bersifat rahasia dan menjadi instrumen persaingan, ujar Elpi.

 

Cukup Efektif

Menurut Junaidi, hingga kini saran dan pertimbangan KPPU terbukti efektif. Pada 2003 dan 2007, lebih dari 60 persen saran dan pertimbangan KPPU diterima. Kebijakan yang menyimpangi UU No. 5/1999 pun diubah. Agar sejalan dengan UU itu, KPPU menyarankan kebijakan pemerintah dalam persaingan usaha harus memuat tindakan yang membatasi dan mendorong persaingan.

 

Sektor yang terbukti efektif adalah sektor enegeri dan sumber daya mineral, perhubungan, transportasi dan transportasi, telekomunikasi dan informasi, perdagangan, kimia dasar serta buku.

 

Di sektor penerbangan misalnya, saran dan pertimbangan KPPU terbukti sukses. Awalnya, sektor ini tertutup bagi pelaku usaha baru. Dalam penerapan tarif, pemerintah bahkan turun tangan. Bahkan melimpahkan kewenangan penentuan tarif ke Indonesian National Air Carriers Association (INACA) melalui SK Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 1997. 

 

INACA kemudian menetapkan tarif batas atas dan batas bawah untuk penerbangan. Penentuan tarif merupakan kewenangan pemerintah, tidak bisa diserahkan pada pelaku usaha, ujar Junaidi. Pada Juli 2001, KPPU menyarankan agar pemerintah mencabut pelimpahan wewenang ke INACA dan membatalkan kesepakatan harga yang dibuat INACA.

 

Atas saran itu, hasilnya pertambahan jumlah penumpang meningkat. Sejak 2002 hingga 2006 tercatat kenaikan sebesar 34 persen. Sebelumnya, terhitung dari 1997 sampai 2001 terjadi penurunan jumlah penumpang sebesar 4 persen dibanding tahun 1996 yakni 13 juta penumpang. Tarif pesawat pun turun sebesar 50 persen. Ini menunjukan bahwa selama in konsumen menjadi korban eksploitasi kartel perusahaan penerbangan, imbuh Elpi.

Tags: