Beda Kuasa Hukum dengan Kuasa Wajib Pajak serta Perdebatan Pasca Putusan MK
Utama

Beda Kuasa Hukum dengan Kuasa Wajib Pajak serta Perdebatan Pasca Putusan MK

Terminologi Kuasa wajib pajak diatur dalam PMK 229/PMK.03/2014, sedangkan terminologi kuasa hukum di pengadilan pajak diatur dalam PMK 61/2012 junto PMK 184 /PMK.01/2017.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi mengenai 'Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.63/PPU-XV/2017 terhadap Kuasa Wajib Pajak' di Jakarta, Senin (14/5). Foto: RES
Suasana diskusi mengenai 'Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.63/PPU-XV/2017 terhadap Kuasa Wajib Pajak' di Jakarta, Senin (14/5). Foto: RES

Di balik angka fantastis penerimaan negara dari sektor perpajakan (85% dari APBN), nyatanya pasar jasa konsultan pajak belum sepenuhnya terserap dengan baik. Hal ini tampak pada terpaut jauhnya rasio perbandingan antara angka ketersediaan konsultan pajak  (4.500 orang) dengan angka kebutuhan konsultan pajak (60 juta orang) untuk melayani hampir 250 juta orang Indonesia.

 

Sehingga dalam mendampingi kepentingan wajib pajak tidak hanya bergantung pada ketersediaan konsultan pajak saja, melainkan turut melibatkan non-konsultan pajak dengan kualifikasi tertentu dalam status sebagai kuasa wajib pajak. Pertanyaannya kemudian, apakah kuasa hukum juga dapat bertindak selaku kuasa wajib pajak? apakah yang membedakan tugas, fungsi dan wewenang yang dimiliki seorang kuasa hukum  di bidang perpajakan dengan kuasa wajib pajak? bagaimana bahasan definisinya pasca putusan MK No. 63/PUU-XV/2017 soal kuasa wajib pajak?

 

Untuk diketahui, terminologi kuasa hukum di bidang perpajakan disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 PMK 184/PMK.01/2017, yakni orang perseorangan yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara pada Pengadilan Pajak. Sementara pengertian Kuasa Wajib Pajak dalam pasal 1 ayat 1 PMK 229/PMK.03/2014, yakni orang yang menerima ‘kuasa khusus’ dari wajib pajak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

(BacaJuga: Perbedaan Konsultan Pajak dan Kuasa Hukum Pajak)

 

Managing Partner DDTC, Darussalam, dalam diskusi hukumonline bertajuk Implikasi Putusan MK No. 63/PUU-XV/2017, Senin, (14/5), mengatakan bahwa harus dibedakan antara terminologi kuasa wajib pajak dengan terminologi kuasa hukum di pengadilan pajak. Soalnya, peraturan menterinya berbeda dan persyaratannya juga berbeda. Terminologi Kuasa wajib pajak diatur dalam PMK 229/PMK.03/2014, sedangkan terminologi kuasa hukum di pengadilan pajak diatur dalam PMK 61/2012 junto PMK 184 /PMK.01/2017.  

 

“Saya sebagai kuasa hukum diterima di pengadilan pajak berdasarkan  PMK 61/2012 jo. PMK 184. tetapi saya dalam mengurusi urusan yang sifatnya administrasi itu ditolak berdasarkan PMK 229. Padahal justru yang lebih ribet itu pembelaan di pengadilan pajak,” ungkap Darussalam.

 

Jadi problem kita saat ini, kata Darussalam, adalah bagaimana kita memperbesar keanggotaan profesi kuasa wajib pajak. Ini merupakan momentum untuk membuka kesempatan bagi advokat bidang perpajakan, akademisi dan atau siapapun yang memahami masalah perpajakan untuk menjadi kuasa wajib pajak. Untuk menjaga kualitas profesi kuasa wajib pajak demi melindungi kepentingan wajib pajak, kata Darussalam, penting dilakukan pendidikan berkelanjutan serta melakukan harmonisasi standar pendidikan di asosiasi profesi tersebut.

 

(Baca Juga: Putusan MK Soal Kuasa Wajib Pajak Sudah Tepat, tapi Masih Timbulkan Pertanyaan)

 

Dalam Pandangan legislatif, Anggota Komisi XI DPR RI, Misbakhun menerangkan bahwa kedudukan “seorang kuasa” untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan dari WP OP atau Badan yang diatur dengan PMK berdasarkan pasal 32 ayat 3a memang sudah inkonstitusional bersyarat pasca putusan MK. Akan tetapi, sambung Misbakhun, pengertian ‘kuasa’ pada pasal 32 ayat 3 dan 3a tersebut tidak secara khusus menunjuk pada pengertian ‘kuasa hukum’, melainkan kuasa dalam artian umum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait