Belajar dari Kasus WARKOPI, Begini Mekanisme Pendaftaran Perjanjian Lisensi
Terbaru

Belajar dari Kasus WARKOPI, Begini Mekanisme Pendaftaran Perjanjian Lisensi

Lisensi diberikan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi lisensi (pemegang hak kekayaan intelektual) dan penerima lisensi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Tiga anak muda yang tergabung dalam manajemen WARKOPI menjadi trending topik setelah mendapatkan teguran dari salah satu personil klub lawak legendaris WARKOP DKI, Indro Warkop. WARKOPI dinilai mencatut merek dan hak cipta WARKOP DKI lewat konten-konten yang disebarkan lewat jejaring media sosial.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris pun angkat bicara. Dia menjelaskan bahwa WARKOP DKI telah mendaftarkan mereknya pada 2004 lalu dengan nomor agenda IDM000047322, IDM000551495, IDM000557440, IDM000557441. Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Keempat merek tersebut secara eksklusif mengkomersilkan jasa-jasa hiburan, penyediaan latihan, penyewaan lahan olahraga, sarana olahraga dan aktivitas kebudayaan, jasa-jasa group hiburan atau pendidikan, penerbitan buku, jasa-jasa pendidikan, produksi film, penyelenggaraan pameran untuk tujuan kebudayaan dan pendidikan.

Selain itu, merek WARKOP DKI juga meliputi penyajian pertunjukan hidup, organisasi pertunjukan, memproduksi pagelaran, jasa studio rekaman, penyewaan dekor pertunjukan, hiburan televisi, penerbitan naskah selain untuk iklan atau publisitas, studio film; barang-barang cetakan; kertas pembungkus; lukisan; gallery; showroom; cafe; katering makanan/minuman; dan restoran. (Baca: Ada Pelanggaran HKI di Kisruh WARKOPI vs WARKOP DKI)

Merujuk pada fakta tersebut, Freddy menegaskan bahwa penggunaan konten dan merek yang menyerupai merek yang sudah terdaftar harus mengantongi izin terlebih dahulu. Sehingga WARKOPI wajib meminta izin pemilik merek WARKOP DKI dalam hal ini Indro DKI untuk mendistribusikan konten-konten dan hingga penggunaan nama. Salah satu langkah yang mungkin dilakukan oleh WARKOPI adalah membuat perjanjian lisensi bersama Indro Warkop.

“WARKOPI men-takedown seluruh video WARKOPI di Youtube, ya masalah belum selesai. Kalau soal pidananya belum selesai karena melakukan pelanggaran, dan terima kasih manajemen WARKOPI sadar betul terkait prinsip Kekayaan Intelektual bahwa mereka salah karena belum dapat izin lisensi dari Om Indro. Kalau di Youtube itu ada adsense, ada iklan, dan pasti dapat duit. Di sana ada sisi komersilnya, sehingga harus ngomong ke Indro bagaimana value-nya. Karena HAKI itu memang soal ekonomi, bicara HAKI bicara tentang ekonomi value,” kata Freddy dalam konferensi pers daring, Senin (27/9).

Perjanjian lisensi bisa menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak yang bersengketa terkait kekayaan intelektual. Namun apakah sebenarnya lisensi itu, dan bagaimana mekanisme pendaftaran perjanjiannya?

Dirangkum dari artikel Klinik Hukumonline “3 Langkah Pengajuan Pencatatan Perjanjian Lisensi”, pada dasarnya lisensi didefinisikan berbeda-beda di setiap undang-undang yang mengatur mengenai kekayaan intelektual. Menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC): “Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.”

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten): “Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten, baik yang bersifat eksklusif maupun non-eksklusif, kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu.”

Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang): “Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.”

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa lisensi adalah izin yang diberikan pemegang hak kekayaan intelektual kepada pihak lain untuk menggunakan/menikmati manfaat ekonomi atas penggunaan kekayaan intelektual tersebut dalam jangka waktu dan syarat tertentu berdasarkan perjanjian tertulis.

Merujuk Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (PP 36/2018) lisensi diberikan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi lisensi (pemegang hak kekayaan intelektual) dan penerima lisensi. Jika perjanjian lisensi dibuat dalam bahasa asing, maka wajib diterjemahkan dalam bahasa Indonesia (Pasal 5 ayat (2) PP 36/2018).

Perjanjian lisensi minimal memuat tanggal, bulan, tahun, dan tempat perjanjian lisensi ditandatangani; nama dan alamat pemberi lisensi dan penerima lisensi; objek perjanjian lisensi; ketentuan mengenai lisensi bersifat eksklusif atau noneksklusif, termasuk sublisensi; jangka waktu perjanjian lisensi; wilayah berlakunya perjanjian lisensi; dan pihak yang melakukan pembayaran biaya tahunan untuk paten (Pasal 7 ayat (2) PP 36/2018).

Patut diperhatikan, perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia; memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi; mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 6 PP 36/2018). Selain itu, terhadap kekayaan intelektual yang telah berakhir masa perlindungannya atau telah dihapuskan tidak dapat dilakukan pemberian lisensi (Pasal 4 PP 36/2018).

Pencatatan Perjanjian Lisensi KI

Terhadap perjanjian lisensi wajib dilakukan pencatatan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 7 ayat (1) 36/2018). Pencatatan tersebut dilakukan terhadap objek kekayaan intelektual di bidang hak cipta dan hak terkait; paten; merek; desain industri; desain tata letak sirkuit terpadu; rahasia dagang; dan varietas tanaman (Pasal 2 ayat (1) PP 36/2018).

Secara garis besar, prosedur pencatatan linsensi kekayaan intelektual ialah sebagai berikut:

Pertama, pengajuan permohonan. Pemohon mengajukan permohonan pencatatan perjanjian lisensi secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Menteri, yang dapat dilakukan melalui media elektronik atau nonelektronik (Pasal 10 ayat (1) dan (2) PP 36/2018). Jika pemberi lisensi dan/atau penerima lisensi bertempat tinggal/berkedudukan tetap di luar wilayah Indonesia atau warga negara asing (WNA), permohonan pencatatan lisensi harus diajukan melalui kuasa (Pasal 8 PP 36/2018).

Permohonan tersebut harus melampirkan dokumen, minimal salinan perjanjian lisensi; petikan resmi sertifikat paten, sertifikat merek, sertifikat desain industri, sertifikat desain tata letak sirkuit terpadu, bukti kepemilikan ciptaan atau hak terkait, atau bukti kepemilikan rahasia dagang yang dilisensikan dan masih berlaku; surat kuasa, jika permohonan diajukan melalui kuasa; dan bukti pembayaran biaya (Pasal 10 ayat (4) PP 36/2018).

Kedua, pemeriksaan permohonan. Terhadap setiap permohonan pencatatan perjanjian lisensi wajib dilakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dilampirkan, saat pengajuan permohonan diterima (Pasal 11 jo. Pasal 12 ayat (1) PP 36/2018)

Dalam pemeriksaan kelengkapan dokumen, jika dokumen yang dilampirkan belum lengkap, permohonan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi (Pasal 12 ayat (2) PP 36/2018). Kemudian pemeriksaan kesesuaian dokumen dilakukan aksimal 5 hari terhitung sejak dokumen dinyatakan lengkap, dilakukan pemeriksaan permohonan terhadap kesesuaian dokumen (Pasal 13 ayat (1) PP 36/2018).

Jika dokumen dinyatakan tidak sesuai, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk menyesuaikan dokumen maksimal 30 hari setelah tanggal pengiriman surat pemberitahuan (Pasal 13 ayat (2) jo. Pasal 14 ayat (1) PP 36/2018). Dan jika lewat dari batas jangka waktu tersebut, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada pemohon bahwa permohonan dianggap ditarik kembali dan biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali (Pasal 14 ayat (2) PP 36/2018).

Ketiga, pencatatan dan pengumuman. Menteri menerbitkan surat pencatatan perjanjian lisensi dan memberitahukan kepada pemohon dalam jangka waktu maksimal 2 hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan dinyatakan lengkap dan sesuai (Pasal 15 ayat (1) PP 36/2018).

Lalu, perjanjian lisensi dicatat dalam daftar umum: desain industri; desain tata letak sirkuit terpadu; perjanjian lisensi hak cipta; atau perjanjian lisensi hak kekayaan intelektual lainnya (Pasal 15 ayat (2) PP 36/2018). Pencatatan perjanjian tersebut kemudian diumumkan dalam: berita resmi desain industri; berita resmi desain tata letak sirkuit terpadu; berita resmi rahasia dagang; berita resmi merek; berita resmi paten; atau daftar umum perjanjian lisensi hak cipta (Pasal 15 ayat (3) PP 36/2018).

Penting untuk digarisbawahi, perjanjian lisensi yang tidak dicatatkan dan diumumkan, tidak berakibat hukum kepada pihak ketiga (Pasal 15 ayat (4) PP 36/2018).

Selain itu, apabila perjanjian lisensi sudah dicatatkan, setiap orang dapat mengajukan permohonan petikan pencatatan perjanjian lisensi, yang diajukan secara tertulis kepada Menteri dengan dilengkapi dokumen fotokopi identitas pemohon; keterangan mengenai uraian dan nomor pencatatan perjanjian lisensi yang dimohonkan; dan bukti pembayaran biaya (Pasal 16 ayat (1) dan (2) PP 36/2018).

Menteri menerbitkan petikan pencatatan perjanjian lisensi maksimal 5 hari terhitung sejak tanggal permohonan lengkap (Pasal 16 ayat (3) PP 36/2018).

Tags:

Berita Terkait