Berharap MK Progresif Putuskan Uji Perubahan UU KPK
Utama

Berharap MK Progresif Putuskan Uji Perubahan UU KPK

Demi sendi-sendi negara hukum dan kedaulatan rakyat dalam proses pembentukan UU. Sebab, putusan pengujian UU No. 19 Tahun 2019 ini akan menjadi preseden sangat penting dalam praktik pembentukan UU ke depannya.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dia meminta agar MK tidak hanya melihat dokumen formilnya saja, tetapi juga harus membaca suasana kebatinan yang muncul di publik terkait implementasi Perubahan UU KPK saat ini. MK harus melihat uji formil revisi UU KPK ini, apakah sudah mewakili kepentingan publik atau tidak?

 

“MK jangan terlalu mengurusi hal prosedural dalam uji materi UU KPK ini dengan membebani pemohon untuk menghadirkan bukti, seperti bukti risalah sidang pembentukan revisi UU KPK, bagaimana mau ada risalah sidangnya, naskah akademiknya pun tidak ada?”

 

Baginya, hal tersebut tidak tepat karena pemohon adalah rakyat yang notabene memiliki kedaulatan. Sementara, pihak yang dipersoalkan yakni DPR dan pemerintah seringkali enggan untuk memberi akses informasi seputar proses pembentukan UU.

 

“Bagaimana mau membuktikan, semua proses ada di sana (DPR dan pemerintah). Logika kita mengatakan justru dengan publik menggugat, menguji sebuah UU, artinya ada proses prosedur yang salah. Salah satunya adalah ketertutupan."

 

Kode Inisiatif berhasil mendata ada sebanyak 48 putusan pengujian UU secara formil sejak tahun 2003. Dari keseluruhan putusan itu, belum ada pengujian formil yang dikabulkan  MK. Veri menilai MK selalu mengedepankan masalah prosedural, misalnya, apakah dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna DPR kuorum atau tidak; UU itu ada surat presiden atau tidak; dan dalam proses pembahasan UU turut mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau tidak.

 

Hal ini bisa saja terjadi dalam pengujian UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK yang tengah diadili MK. “Padahal, Itu bagian kecil dari pembuktian uji formil. Seharusnya MK hadir untuk membuktikan nilai-nilai konstitusionalitas, apakah sebuah regulasi itu benar atau tidak proses pembentukannya dan benar substansinya," lanjutnya.

 

Dalam kesempatan yang sama, mantan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengkritik ketidakjujuran DPR dalam sidang uji materi UU KPK ataupun dalam pembahasannya di DPR beberapa waktu lalu. Ia memberi contoh klaim Kuasa Hukum DPR Arteria Dahlan dalam sidang uji formil di MK, beberapa waktu lalu, menyebut DPR sudah berkonsultasi dengan KPK dalam pembahasan RUU KPK.

Tags:

Berita Terkait