BI Didesak Terbitkan Aturan Penagihan Utang
Utama

BI Didesak Terbitkan Aturan Penagihan Utang

Agar kasus tewasnya nasabah Citibank oleh debt collector tidak terulang kembali.

M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
BI diminta tertibkan debt collector. Foto: Sgp
BI diminta tertibkan debt collector. Foto: Sgp

Tewasnya seorang nasabah Citibank di tangan debt collector, membuat Komisi XI DPR geram. Komisi Keuangan dan Perbankan ini meminta Bank Indonesia (BI) mengeluarkan regulasi yang berpihak kepada nasabah untuk menghindari cara-cara premanisme yang berujung pada kekerasan. 

 

Wakil Ketua Komisi XI Achsanul Qosasi mengatakan, BI perlu membuat sebuah regulasi untuk melindungi nasabah. Jika ada nasabah nakal, maka sanksi tersebut sudah diatur di dalam sebuah aturan, bukan dengan mengajak preman-preman masuk ke dalam sistem perbankan. Selain itu, BI juga harus mengatur non performing asset sales atau penjualan kredit macet perbankan kepada pihak lain.

 

Menurut Achsanul, bank tidak bisa menjual kreditnya tanpa persetujuan nasabah. Karena Perjanjian Kredit (PK)-nya ditandatangani antara nasabah dengan bank, bukan dengan pihak lain. Oleh sebab itu, macetnya suatu kredit terkadang bukan semata-mata kesalahan nasabah, tapi bank juga berperan di dalamnya.

 

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan bank untuk menyelesaikan kredit macet. Pertama, reconditioning (perubahan persyaratan). Kedua, rescheduling (penjadwalan ulang). Ketiga, restructuring (perubahan struktur kredit). Keempat injection (penambahan plafon), dan beberapa langkah penyelesaiaan lainnya.

 

Sejauh ini, cara-cara premanisme justru banyak dilakukan oleh bank asing yang telah mengeruk keuntungan dari nasabah-nasabah lokal dan memancing dengan fasilitas-fasilitas yang dijanjikan. Kemudian, rakyat dijerat dalam perangkat jebakan ekonomi yang tiada berujung, berupa denda dibesarkan, biaya aneh dikemas dalam bentuk fee dan penalti.

 

“Cara-cara seperti ini harus dihentikan dan bank memiliki kewajiban untuk membina nasabahnya. Jangan sampai premanisme ini terulang kembali,” tutur politisi dari Partai Demokrat ini.

 

Hal senada dikatakan Melchias Markus Mekeng. Menurutnya, kasus tewasnya nasabah di tangan debt collector makin merusak citra perbankan nasional. Agar tidak terulang kasus serupa, dia menghimbau BI menerbitkan peraturan soal penagihan kredit-kredit macet, mengingat risiko bisnis bank tak jauh dari masalah itu.

 

“Bank tidak boleh menyewa outsourcing pada perusahaan yang mempunyai usaha debt collector. Jadi kalau ada kasus yang sama, bank itu bisa langsung dituntut,” tegas politisi Golkar yang biasa disapa Melki ini.

 

Tidak sampai di situ saja. Melki juga meinta agar BI bersikap tegas dengan membekukan izin penerbitan kartu kredit Citibank. Hal ini untuk memberikan efek jera terhadap bank tersebut. Jika perbaikan telah dilakukan oleh Citibank, katanya, maka BI boleh saja memberikan izin kembali.

 

Sudah Biasa

Penggunaan jasa debt collector rupanya sudah biasa dilakukan di dunia perbankan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Bahkan, perusahaan pembiayaan atau biasa disebut leasing juga menggunakan jasa serupa jika ingin menagih utang nasabahnya. BI sendiri mengaku, telah memberikan sanksi bagi bank-bank yang terkena kasus terkait debt collector. Hal itu dikatakan Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan, Halim Alamsyah, saat jumpa pers terkait tindak pidana perbankan di Bareskrim Mabes Polri.

 

Halim mengatakan, sanksi yang diberikan BI berbentuk administratif. Sanksi ini lebih menekankan pada hubungan bank sentral dengan bank komersial tersebut. Jika terkait dengan pidana, maka BI menyerahkan kepada Bareskrim Mabes Polri. “Bentuk konkret sanksinya apa? Kita bisa melakukan fit dan proper ulang dari pejabat tersebut,” jelasnya.

 

Menurut Halim, di beberapa negara, penggunaan jasa penagihan biasa dilakukan. Bahkan hal ini malah diatur dalam undang-undang. Di Amerika Serikat, misalnya. Praktik penagihan piutang diatur mengenai pelarangan melakukan ancaman dan mengeluarkan bahasa yang kasar. Hal itu juga berlaku di Australia. Dalam jasa penagihan tidak boleh intimidatif dan dilarang misleading.

 

Namun, ketika ditanya apakah BI merasa perlu menghapus praktik jasa penagihan utang, Halim tidak berkata tegas. “Itu yang butuh kan banknya, kita hanya mengatur. Tentu akan kita lihat lagi,” tuturnya.

 

Desakan agar BI menerbitkan aturan baru terkait penagihan utang nasabah, Halim mengatakan, pihaknya akan merevisi satu aturan, yakni mengkaji efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 11/11/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan surat edaran BI 11/10/DASP Tahun 2009.

 

Dalam peraturan tersebut dijelaskan, penggunaan jasa pihak lain dalam proses penagihan utang harus digunakan untuk kredit dengan kolektibilitas macet. Di situ juga dimuat tentang jasa penagihan utang tidak boleh melakukan kekerasan.

Tags: