BI Usulkan UU Khusus Debt Collector
Utama

BI Usulkan UU Khusus Debt Collector

Citibank membantah telah menggunakan cara barbarian dalam menagih utang kepada nasabah.

M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Gubernur BI berdalih tidak bisa menindak debt collector karena<br> tidak ada aturanya. Foto: Sgp
Gubernur BI berdalih tidak bisa menindak debt collector karena<br> tidak ada aturanya. Foto: Sgp

Bank Indonesia (BI) kembali dirundung masalah. Hal ini terkait dengan kasus tewasnya nasabah Citibank oleh debt collector. Mengaku prihatin atas kasus ini, BI menyarankan agar dibuat undang-undang khusus yang mengatur keberadaan debt collector. Hal ini dikatakan Gubernur BI Darmin Nasution ketika memenuhi panggilan Komisi XI DPR, Selasa malam (5/4).

 

Darmin Nasution mengaku turut prihatin atas perlakuan debt collector Citibank yang menewaskan nasabahnya, Irzen Octa. Di hadapan Komisi XI DPR Darmin menegaskan kegiatan penagihan utang kartu kredit mesti mengikuti prinsip dasar yang tidak bertentangan dengan KUH Pidana dan HAM.

 

“Prinsip dasar ini termuat dalam ketentuan PBI dan SE BI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan menggunakan Kartu (APMK),” katanya.

 

Diterangkan Darmin, dalam ketentuan itu diatur secara jelas, meski bank menyerahkan pelaksanaan penagihan kartu kredit kepada pihak ketiga atau debt collector, perlu dimuat dalam perjanjian kerja samanya klausul tentang tanggung jawab penerbit (bank) terhadap segala akibat hukum yang timbul dari kerja sama dengan pihak lain tersebut. Saat ini, BI sendiri tengah memeriksa dokumen perjanjian kerja sama antara Citibank dan jasa debt collector, apakah memenuhi aturan atau sebaliknya.  

 

Kendati akan melakukan perbaikan dalam kebijakan BI, Darmin tetap mengusulkan agar dibuat undang-undang tersendiri yang mengatur debt collector. Ia pun berdalih, tidak adanya undang-undang khusus yang mengatur tentang jasa pihak ketiga itu, membuat BI tidak bisa menegur perusahaan outsourcing bila melakukan tindakan yang bertentangan.

 

“Kita sulit mengatur jasa pihak ketiga kalau tidak ada aturannya, yang bisa katakan pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan,” tuturnya.

 

Bank Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan soal penagihan utang kartu kredit melalui debt collector. Pasal 17 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/11/2009 menyatakan, Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin bahwa penagihan atas transaksi Kartu Kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau menggunakan jasa pihak lain, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia.

   

Sedangkan Pasal 21 disebutkan, dalam hal Penerbit melakukan kerja sama dengan pihak-pihak di luar pihak lain, maka Penerbit bertanggung jawab atas kerja sama tersebut. “Ketika bank bekerja sama dengan penagih utang, kalau terjadi pelanggaran, bank harus ikut bertanggung jawab,” tambah Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah.

 

Seperti diketahui, Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa (50) tewas dalam proses pelunasan kredit kepada debt collector Citibank. Korban pada Selasa (29/3) pagi mendatangi kantor Citibank untuk mempertanyakan tagihan kartu kreditnya yang membengkak.

 

Menurut korban, tagihan kartu kredit Rp48 juta. Namun, pihak bank menyatakan tagihan kartu kreditnya mencapai Rp100 juta. Di situ, korban kemudian dibawa ke satu ruangan dan ditanya-tanya oleh tiga orang yang merupakan dua orang debt collector dan satu orang karyawan bagian penagihan Citibank. Dalam proses tersebut, Irzen tewas dan polisi kini sedang melakukan investigasi.

 

Cara Barbar

Dalam kesempatan rapat kali ini, seluruh anggota Komisi XI yang menghadiri rapat tak henti-hentinya melontarkan amarah kepada Citibank. Melchias Markus Mekeng mengatakan, Citibank masih menggunakan cara barbarian dalam menagih utang kepada nasabah. Apalagi, hal itu dilakukan di kantor sendiri.

 

Politisi Partai Golkar ini meminta agar BI memberikan sanksi yang tegas kepada Citibank. Jika tidak, Melki –sapaan Melchias Markus Mekeng- menyarankan, dibentuk sebuah pansus untuk mengusut kasus perbankan ini. “Kalau perlu dijatuhi hukuman larangan beroperasi selama setahun di Indonesia,” ketusnya.

 

Hal yang sama dikatakan Ketua Komisi XI, Emir Moeis. Menurutnya, praktik penggunaan jasa debt collector yang dilakukan oleh Citibank telah banyak meresahkan nasabahnya. Hal itu terjadi sejak tahun 1990-an. “Mereka nagih dengan cara kekerasan. Bahkan saat nasabahnya ada tamu, ia nagih dengan cara yang tak pantas," ungkap politisi PDIP ini.

 

Beberapa anggota Komisi XI yang terlanjur geram pun akhirnya melakukan aksi protes dengan memotong dan mengembalikan kartu kredit kepada pihak Citibank saat itu juga. Mereka pada umumnya adalah pengguna kartu kredit Citibank.

 

Namun, Citibank membantah telah melakukan tindak kekerasan kepada Irzen Octa. Shariq Mukhtar, Citi Country Officer Citibank Indonesia, mengatakan banyak spekulasi dan pemberitaan di media massa yang dituduhkan kepada perusahaannya. Dia menegaskan, dalam audit internal yang dilakukan pihaknya, Irzen tewas bukan karena kekerasan fisik. Oleh sebab itu, ia meminta agar semua pihak menunggu hasil laporan kepolisian.

 

“Kami melihat banyak spekulasi yang ada melalui pers dan media masa. Tapi, berdasarkan audit internal yang kami lakukan, kami tidak melihat adanya kekerasan fisik,” ujar Shariq di tempat yang sama.

 

Menurut Shariq, Citibank menerapkan standar yang tinggi dalam konsep penagihan melalui debt collector selama ini. Ia menolak jika perusahaannya dikatakan tidak menerapkan standar yang tinggi dalam konsep penagihan melalui debt collector.  Hal itu didasari adanya kontrol yang kuat dan terbuka dari perusahaan dalam menagih utang.

 

Tags: