Bolehkah Setelah Akad Nikah Langsung Cerai? Begini Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Bolehkah Setelah Akad Nikah Langsung Cerai? Begini Penjelasan Hukumnya

Perceraian hanya bisa dilakukan apabila memenuhi alasan-alasan cerai sesuai bunyi Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 116 KHI. Karena itu, jika setelah akad nikah langsung cerai, perceraian tidak bisa dilakukan atas dasar kesepakatan atau perjanjian bersama.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pada medio tahun lalu, sebuah video pernikahan mendadak viral di jagat maya. Video tersebut memperlihatkan pengantin laki-laki mengajukan talak atau cerai kepada istrinya sesaat setelah prosesi ijab kabul. Peristiwa tersebut rupanya terjadi di Kecamatan Empang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Juli tahun 2021 lalu. video yang beredar di Facebook pada 5 Juli 2021, dijelaskan mempelai pria menjatuhkan talak sesaat setelah dinyatakan sah sebagai pasangan suami istri.

Bagaimana hukum perkawinan melihat peristiwa tersebut? Dikutip dari artikel Klinik Hukumonline berjudul “Bisakah Setelah Akad Nikah Langsung Cerai?”, dalam Pasal 38 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian sebagaimana diatur Pasal 114 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI)).

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Perceraian dilakukan setelah mediasi yaitu upaya mendamaikan suami istri oleh pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Maka sidang akan diteruskan karena sudah cukup alasan untuk melakukan perceraian yaitu suami istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri (Pasal 39 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan).

Baca:

Adapun seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama di tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu (Pasal 129 KHI).

Dengan demikian, perceraian dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama,cerai talak adalah perceraian yang dijatuhkan seorang suami kepada istrinya yang perkawinannya dilaksanakan menurut agama Islam. Kedua, cerai gugat (gugatan perceraian) adalah perceraian yang dilakukan oleh seorang istri yang melakukan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau seorang istri yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaan itu selain agama Islam.

Sebelum melangsungkan perceraian, patut dipahami ada alasan-alasan yang dijadikan dasar perceraian menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan adalah: salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya; salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri; antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; suami melanggar taklik talak (Pasal 116 huruf g KHI); dan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga (Pasal 116 huruf h KHI).

Berdasarkan Pasal 1 huruf e KHI, mengenai taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Taklik talak umumnya berisi ketentuan jika sewaktu-waktu suami: meninggalkan istri dua tahun berturut-turut; tidak memberi nafkah wajib kepada istri selama 3 bulan; menyakiti badan atau jasmani istri; membiarkan (tidak mempedulikan) istri selama 6 bulan, maka jika istri tidak ridha (ikhlas) dan mengadukannya ke Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut. Kemudian istri juga membayar uang sebagai iwadl (pengganti) kepada suami, maka jatuhlah talak satu suami kepada istri.

Lalu, bisakah setelah akad nikah langsung cerai? Perceraian hanya bisa dilakukan apabila memenuhi alasan-alasan cerai sebagaimana telah disebutkan di atas. Sehingga jika setelah akad nikah langsung cerai, perceraian tidak bisa dilakukan atas dasar kesepakatan atau perjanjian bersama karena tidak sesuai dengan alasan-alasan cerai. Selain itu, proses perceraian harus dilakukan di Pengadilan dan Pengadilan harus mengusahakan perdamaian suami istri terlebih dahulu (mediasi), dan bukan setelah akad nikah langsung cerai.

Tags:

Berita Terkait