Bukan Kategori Usaha Besar, UMKM Tetap Wajib Pahami Legalitas Berusaha
Utama

Bukan Kategori Usaha Besar, UMKM Tetap Wajib Pahami Legalitas Berusaha

Setidaknya terdapat empat hal yang harus dipahami pelaku usaha UMKM saat ingin mendirikan usaha.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Acara Kelas Hukum Suara UMKM, Senin (18/10).
Acara Kelas Hukum Suara UMKM, Senin (18/10).

Penyederhanaan perizinan berusaha lewat UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berupaya memberikan kesempatan kepada usaha dengan skala UMKM untuk memiliki legalitas dalam berusaha. Lewat Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko, UMKM diberikan kemudahan untuk menjalankan usaha secara legal dengan hanya mengantongi Nomor Izin Berusaha (NIB).

Namun persoalan legalitas perusahaan bukan hanya sekedar NIB yang diatur dalam OSS Berbasis Risiko. Menurut Chief Executive Easybiz, Leo Faraytodi, pelaku usaha UMKM sudah harus bersinggungan dengan aspek sebelum mendapatkan NIB lewat OSS Berbasis Risiko. Apa saja aspek-aspek legalitas yang dimaksud?

Pertama, produk apa yang akan dijual. Leo mengatakan hal ini perlu diperjelas di awal pendirian usaha, tujuannya adalah untuk memastikan aspek legalitas apa saja yang diperlukan untuk mendirikan usaha, apakah jenis usaha tersebut membutuhkan izin atau tidak, dan tentunya untuk mengetahui apakah jenis produk yang dijual memerlukan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atau tidak.

“Barang apa yang mau dijual, ini berhubungan dengan aspek legalitas, misal perlu legalitas apa untuk berjualan pakaian muslim, bagaimana cara menjualnya, ini penting untuk dijawab karena misalnya hanya menjual produk pakaian muslim seperti hijab, perlu legalitas apa saja. Oh, ternyata ini hanya perlu NIB, nggak perlu izin, beda kalau kita jual produk makanan perlu izin dari BPOM Dinkes setempat,” kata Leo dalam Kelas Hukum Suara UMKM yang diselenggarakan oleh Easybiz bekerja sama dengan Yoursay.id dan Suara.com, Senin (18/10).

Kedua, modal. Setelah menentukan jenis usaha dan produk apa yang akan dijual, pelaku usaha harus menentukan besaran modal. Besaran modal menentukan skala usaha, apakah ada ketentuan modal, dan setor modal. (Baca: Sejumlah Hambatan dan Tantangan Implementasi OSS Berbasis Risiko)

Terkait setor modal, Leo menegaskan bahwa modal yang disetorkan tidak wajib diendapkan dan dapat digunakan kembali untuk biaya operasional perusahaan. Namun pelaku usaha UMKM wajib memenuhi syarat modal disetor sebesar 25 persen dari modal dasar usaha.

“Kalau setor modal Rp200 juta apakah modal diendapkan atau bisa diambil? Jawabnya bisa diambil, Rp200 juta itu untuk operasional perusahaan misalnya bayar vendor, sewa tempat. Jangan keliru, modal disetor bukan nggak diapa-apain, tapi bisa digunakan untuk modal perusahaan. Cuma penting untuk memenuhi modal disetor yakni 25 persen dari modal dasar,” jelasnya.

Ketiga, menjalani bisnis dengan siapa. Hal ini penting dalam aspek legalitas karena menjadi bahan pertimbangan untuk memilih badan usaha. Jika usaha UMKM didirikan oleh satu orang, maka pelaku usaha dapat memilih badan usaha berbentuk Perseroan Perorangan. Namun jika usaha didirikan oleh dua orang atau lebih, maka bentuk badan usaha adalah persekutuan modal. Selain itu pertimbangan ini juga diperlukan untuk menetapkan pengaturan operasional dan memahami peran dari masing-masing pendiri atau pemilik.

Keempat, siapa saja pihak yang terlibat dalam usaha. Jika pelaku usaha ingin menggunakan jasa vendor atau supplier, maka dibutuhkan kontrak atau perjanjian kerja sama antara kedua belah pihak. Kemudian jika usaha membutuhkan karyawan, maka hal ini harus ditentukan sejak awal guna memastikan tidak adanya pelanggaran dari sisi ketenagakerjaan.

“Sama siapa bisnisnya harus diperjelas juga. Penting juga siapa yang terlibat misalnya, di mana tempatnya, apakah di rumah atau di kantor. Harus ditentukan juga ini karena akan berhubungan dengan proses berikutnya, termasuk berapa jumlah karyawan harus dijelaskan juga dari awal. Karena banyak orang yang excited mau bikin usaha tapi ada hal yang tidak dipahami sehingga menjadi hambatan. Dan untuk mencegah konflik bisa dituangkan dalam perjanjian jika ada pihak lain seperti supplier dan distributor yang terlibat. Termasuk soal aturan karyawan dari awal harus clear kondisinya karena ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak,” papar Leo.

Sementara terkait dengan NIB atau izin usaha, Leo menegaskan baik UMKM maupun usaha besar wajib memenuhi syarat-syarat perizinan yang telah diatur pemerintah. Hal tersebut bertujuan sebagai sarana preventif terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, bisa menjadi aset perusahaan dan menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikasi dan standarisasi.

Tags:

Berita Terkait