Capres-Cawapres Diminta Tidak Alergi Dengan Kritik
Melek Pemilu 2024

Capres-Cawapres Diminta Tidak Alergi Dengan Kritik

Kemerdekaan pers merupakan wujud tegaknya demokrasi. Demokrasi akan tegak apabila pers dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan bebas serta terhindar dari campur tangan pihak manapun.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Acara Deklarasi Kemerdekaan Pers Capres-Cawapres, Sabtu (10/2), di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Foto: Istimewa
Acara Deklarasi Kemerdekaan Pers Capres-Cawapres, Sabtu (10/2), di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Foto: Istimewa

Perhelatan pemilihan umum (Pemilu) tinggal tiga hari lagi. Menjelang hari tersebut, Dewan Pers dan para calon presiden (capres) menggelar 'Deklarasi Kemerdekaan Pers' serta penandatanganan Komitmen Kemerdekaan Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2) malam.

Dikutip dari laman Dewan Pers, ahli pers Bambang Harymurti meminta para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) terbuka pada kritik jika terpilih sebagai pemimpin negara. Ia merujuk pada sosok mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, yang mendorong pers untuk terus mengkritik kinerjanya di pemerintahan.

“Siapapun yang akan jadi presiden, harapan saya, bisa nggak ya meniru Ali Sadikin dalam menangani pers dan menangani kritik? Saat jadi gubernur, beliau akan datang marah-marah ke tempat pers jika tidak ada kritik di media. Katanya ‘kalau nggak ada kritik, berarti kalian nggak kerja,” tutur Bambang dalam acara tersebut.

Mantan Pemimpin Redaksi Tempo itu melanjutkan, semasa jadi gubernur, Ali memposisikan pers dan para aktivis sebagai partnernya dalam bekerja mengelola pemerintah Jakarta. “Bahkan Ali Sadikin juga membantu dibangunnya Komplek PWI, padahal para wartawan sering mengkritiknya. Jadi saya minta, siapapun yang terpilih, bisa meniru beliau. Hingga kini, saya belum pernah ketemu lagi pejabat di Indonesia yang seperti itu,” jelasnya.

Baca Juga:

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan kemerdekaan pers merupakan wujud tegaknya demokrasi. Demokrasi akan tegak apabila pers dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan bebas serta terhindar dari campur tangan pihak manapun. Sebaliknya, apabila pers menjadi terbelenggu, terepresi, dan kehilangan independensi, maka itu merupakan penanda goyahnya demokrasi. Oleh karena itu, komitmen negara untuk menegakkan demokrasi tidak terlepas dari komitmen untuk merawat kemerdekaan pers.

“Sebagaimana diketahui, salah satu buah reformasi adalah jaminan kemerdekaan pers melalui pembentukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-Undang ini merupakan simbol era reformasi bagi bangsa Indonesia temasuk bagi kehidupan pers, yang semula ada dalam cengkeraman penguasa, lalu disambut dengan gegap gempita sebagai era kemerdekaan pers. Kemerdekaan pers sebagai bagian dari hak asasi manusia merupakan salah satu ciri yang menandai tegaknya demokrasi,” tutur Ninik.

Tags:

Berita Terkait