Cek Pembayaran Mobil Harrier Anas Bersumber dari Proyek Unair
Berita

Cek Pembayaran Mobil Harrier Anas Bersumber dari Proyek Unair

Nazaruddin disebut meminta saksi untuk berbohong.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Foto: RES.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Foto: RES.
Mantan Manajer Marketing PT Anugrah Nusantara Clara Mauren mengaku pernah menandatangani cek PT Pasific Putra Metropolitan (PT PPM) yang digunakan untuk membeli mobil Toyota Harrier Anas Urbaningrum. Hal itu diungkapkan Clara saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi Anas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/7).

Clara menjelaskan dirinya menduduki jabatan Direktur Utama PT PPM atas perintah Nazaruddin. Ia yang hanya karyawan biasa di perusahaan Nazaruddin tidak memiliki kuasa untuk menolak perintah Nazaruddin. Clara hanya diminta menandatangani buku cek PT PPM, sedangkan keuangan dikelola oleh PT Anugerah.

Walau mengaku menandatangi cek, Clara menampik telah mengetahui sejak awal jika cek tersebut digunakan untuk pembelian mobil Harrier. Clara mengatakan saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK, penyidik menujukan cek yang digunakan untuk pembelian mobil Harrier dan Clara membenarkan menandatangani.

Namun, Clara membantah sumber uang yang digunakan PT PPM untuk membeli mobil Harrier bersumber dari PT Adhi Karya (AK) dan proyek Hambalang. Clara mengaku bosnya, M Nazaruddin sempat mengarahkan agar ia berbohong mengenai sumber uang PT PPM dengan menyatakan sumber uang dari proyek Hambalang.

Clara menceritakan, arahan Nazaruddin itu disampaikan saat Clara mengikuti rapat di Rutan Mako Brimob. Nazaruddin sakit hati karena Anas tidak menepati janji untuk mengurus perkara Nazaruddin. Lantas, Nazaruddin memerintahkan Clara berbohong mengenai sumber uang PT PPM untuk “menarik” Anas ke dalam proses hukum.

“Pak Nazar bilang ini satu-satunya cara untuk narik Pak Anas. Saya menolak. Saya tidak mau menarik-narik orang yang juga saya tidak tahu. Tapi, kalau mengenai cek digunakan untuk mobil Harrier, itu memang benar. Cuma, Pak Nazar suruh saya berbohong cek itu sumbernya dari PT Adhi Karya dari proyek Hambalang,” katanya.

Padahal, menurut Clara, uang yang digunakan untuk membeli mobil Harrier diperoleh PT PPM dari fee proyek Universitas Airlangga (Unair). Pada 2009, PT Pembangunan Perumahan (PT PP) dan PT Mahkota Negara yang masih satu grup dengan PT PPM bekerja sama (joint operation) dalam pengerjaan proyek Unair.

Dari proyek Unair tersebut, PT Anugrah milik Nazaruddin mendapat fee 20 persen dari total nilai proyek Rp200 miliar. Menurut Clara, fee itu dimasukan ke PT PPM. Uang yang bersumber dari fee itulah yang digunakan untuk melunasi pembelian mobil Harrier yang kemudian diserahkan Nazaruddin kepada Anas.

Sepengetahuan Clara, meski Nazaruddin berada dalam Rutan, Nazaruddin tetap bisa menggelar rapat PT Anugrah setiap hari Sabtu. Semenjak Nazaruddin berada di Rutan Mako Brimob, Cipinang, hingga di LP Sukamiskin, Nazaruddin kerap memanggil anak buahnya yang berjumlah sekitar 10-15 orang untuk mengikuti rapat.

Nazaruddin mendapatkan sel tahanan cukup besar, sehingga dapat menggelar rapat di dalam sel tahanannya. Clara yang pernah mengikuti rapat di Mako Brimob mengatakan, tidak ada petugas Rutan yang mempertanyakan kedatangan anak buah Nazaruddin. “Semua sudah tahu. Penjaga di depan juga sudah tahu,” ujar Clara.

Kemudian, saat berada di Rutan Cipinang, Nazaruddin menggunakan ruang Kepala Rutan di lantai dua untuk menggelar rapat. Clara tidak mengetahui bagaimana Nazaruddin bisa begitu leluasa menggelar rapat di Rutan. Nazaruddin rutin meminta anak buahnya datang untuk mengikuti rapat, kecuali saat razia Rutan.

Begitu pula saat Nazaruddin berada di LP Sukamiskin. Clara membeberkan, Nazaruddin masih sering menggelar rapat. Untuk memanggil para anak buahnya, Nazaruddin memiliki ponsel tersendiri. Nazaruddin membekali para anak buahnya dengan sebuhan ponsel untuk berkomunikasi dengan Nazaruddin dari balik jeruji besi.

Clara mengatakan, rapat-rapat itu sebagian besar untuk membahas sejumlah kasus yang tengah membelit perusahaan-perusahaan Nazaruddin. Pasalnya, Nazaruddin memang sering memungut fee dari proyek-proyek pemerintah. Untuk proyek yang dikerjakan sendiri oleh perusahaan Nazaruddin, fee yang diminta sekitar 18-20 persen.

Hingga akhirnya Clara memutuskan tidak lagi menjabat Direktur Utama PT PMM dan ke luar dari PT Anugrah. Clara tidak mengetahui lagi mengenai rapat-rapat yang dilakukan Nazaruddin. PT PPM dan PT Mahkota Negara merupakan dua anak perusahaan PT Anugrah Nusantara yang sekarang telah berubah nama menjadi Grup Permai.

Menanggapi keterangan Clara, Anas tidak banyak berkomentar. Anas menganggap keterangan Clara sudah cukup menunjukan ada pihak-pihak yang memang menginginkan ia menjadi tersangka. “Jelas di situ ada rekayasa kasus. Ada orang-orang tertentu, yang disitu menyebutkan saya harus jadi tersangka,” tuturnya.

Sebagaimana dakwaan, Anas diduga menerima hadiah atau janji yang bersumber dari fee proyek-proyek pemerintah dan BUMN. Anas juga diduga menerima satu unit mobil Harrier seharga Rp670 juta. Dalam pembukuan PT Anugrah tanggal 15 September 2009, tertulis pembayaran cash Rp150 juta yang diambil dari brankas PT Anugrah.

Untuk pelunasan mobil Harrier, tertulis dibayarkan dengan menggunakan cek PT PPM sebesar Rp520 juta. Setelah pengurusan STNK dan BPKB mobil Harrier selesai, pada 12 November 2009, STNK dan BPKB tersebut diserahkan kepada Nazaruddin melalui stafnya untuk selanjutnya diberikan kepada Anas.
Tags:

Berita Terkait