Dari Delapan Saksi, Hanya Ruhut yang Tahu Ada Pembagian Uang
Kasus Anas

Dari Delapan Saksi, Hanya Ruhut yang Tahu Ada Pembagian Uang

Anas menganggap keterangan para saksi membuktikan dana pencalonannya sebagai Ketua Umum bukan berasal dari Nazaruddin.

NOV
Bacaan 2 Menit
Anas Urbaningrum (Kiri). Foto: RES.
Anas Urbaningrum (Kiri). Foto: RES.
Dari delapan kader Partai Demokrat yang diperiksa sebagai saksi dalam sidang perkara korupsi Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/8), hanya Ruhut Poltak Sitompul yang mengetahui ada pembagian uang saat acara pendeklarasian Anas sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat di Hotel Sultan tahun 2010.

Namun, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat ini mengaku tidak mengetahui secara langsung, melainkan berdasarkan “curhatan” salah seorang Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat. “Betul, mereka cerita sama saya, bang kami terima ini ini ini, bahkan mereka cerita dari kubu lain terima juga,” katanya.

Penjelasan ini disampaikan saat penuntut umum Yudi Kristiana mengklarifikasi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ke Ruhut. Dalam BAP, Ruhut menyatakan tidak mengetahui secara langsung adanya pemberian berupa akomodasi, transportasi, uang saku maupun lainnya dari panitia deklarasi atau tim sukses (timses) pemenangan Anas.

Ruhut baru mengetahui ada pemberian uang setelah mendengar keluhan dari salah seorang ketua DPD dan DPC. Mereka mengeluhkan, “Jangan-jangan lebih besar dari pihak lainnya”. Pihak lain yang dimaksud ketua DPD dan DPC itu adalah kandidat lain yang turut “memperebutkan” kursi Ketua Umum Partai Demokrat.

Menurut Ruhut, ketua DPD dan DPC tersebut menyampaikan telah menerima uang sejumlah AS$5000 dan AS$3000. Sayang, Ruhut tidak mengingat siapa-siapa saja ketua DPD dan DPC yang pernah menyampaikan hal itu. “Ada beberapa DPC. Manado, Gorontalo. Ada beberapa yang lain, saya sudah lupa,” ujarnya.

Saat pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Ruhut hanya bertugas memberikan motivasi kepada para pemilik hak suara agar memilih Anas. Ia tidak pernah menjadi koordinator wilayah (korwil) sebagaimana Jhonny Allen Marbun dan Sutan Bhatoegana yang merupakan korwil daerah Sumatera Utara.

Atau sebagaimana korwil lainnya, yaitu Saan Mustopa untuk daerah Jawa Barat, Suweda untuk Yogyakarta dan Jawa Tengah, (alm) Adjie Massaid untuk Surabaya, Gede Pasek Suardika untuk Bali, Benny K Harman untuk NTB dan NTT, Umar Arsyal untuk Sulawesi, M Rachmad untuk Sumatera Barat, serta Mirwan Amir untuk Aceh.

Ruhut menerangkan, menjelang kongres Partai Demokrat di Bandung, ia pernah mengikuti pertemuan di Apartemen Senayan City Residence milik Muhammad Nazaruddin. Ruhut menganggap Apartemen Senayan City itu bukan sebagai posko pemenangan Anas, tapi lebih sebagai tempat kumpul dan ngobrol-ngobrol.

Sebagai anggota timses atau relawan pemenangan Anas, Ruhut tidak mengetahui kontribusi Nazaruddin dalam proses pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Ia juga tidak mengetahui jika Nazaruddin menjadi salah seorang penyokong dana untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Ruhut hanya mengetahui Nazaruddin pernah menjabat Wakil Bendahara Umum Partai Demokrat saat periode kepemimpinan Hadi Utomo. Kendati demikian, Ruhut tidak menampik Nazaruddin memiliki kedekatan istimewa dengan Anas. Ia bahkan menyebut Nazaruddin sebagai Ketua Umum dan Ketua Fraksi Demokrat bayangan.

“Betul, 100 persen betul. Bagaimana nggak dekat. (Nazaruddin pernah bilang) ‘Bang Ruhut, abang mau jadi Ketua Komisi III? (Ruhut menjawab) Nggak lah, anggota saja. Nggak usah Ketua pun nyatanya aku sudah beken kok’. Tapi, dia buktikan di beberapa tempat, si ini akan ini akan itu, jadi. Kan itu otomatis dekat,” tuturnya.

Sementara, saksi lainnya, Anggota Komisi I DPR Mirwan Amir, politisi Partai Demokrat Saan Mustopa, dan Anggota Komisi VI DPR Pasha Ismaya Sukardi menganggap hubungan Anas dan Nazaruddin hanya sebatas kepengurusan di Partai Demokrat. Ketika Anas terpilih menjadi Ketua Umum, Nazaruddin menjabat sebagai Bendahara Umum.

Iuran relawan
Mirwan, Saan, dan Pasha mengaku tidak pernah mengetahui adanya dana yang dikucurkan Nazaruddin untuk membantu pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Dana-dana yang digunakan untuk membayar biaya akomodasi hotel para pemilik hak suara berasal dari iuran para relawan, korwil, dan DPD.

Saan mengungkapkan, ketika itu, ia bersama beberapa kader Partai Demokrat lainnya mengusung Anas sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat. Tidak ada permintaan Anas untuk mengusungnya sebagai Ketua Umum. Pengusungan Anas murni karena para relawan ingin Anas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Oleh karena itu, Saan bersama beberapa relawan secara sukarela memberikan dana untuk membantu pencalonan dan pemenangan Anas sebagai Ketua Umum. Saan sendiri memberikan dana sekitar Rp200 juta yang dikumpulkan kepada Pasha. Kemudian, Pasha menyumbangkan dana sekitar Rp600 juta-Rp700 juta.

Pasha menyebutkan ada beberapa relawan lain, seperti Umar Arsyal yang turut menyumbang Rp350 juta. Menurut Pasha, dana yang terkumpul mencapai Rp2 miliar. Dana itulah yang digunakan untuk membiayai transportasi dan akomodasi para pemilk hak suara yang tidak tertampung panitia Kongres Partai Demokrat di Bandung.

Namun, Ketua Organizing Committee (OC) Kongres Partai Demokrat Didik Mukrianto mengatakan tidak mengetahui mengenai biaya-biaya tersebut. Ia menerangkan, acara Kongres merupakan acara rutin lima tahunan yang sudah ada anggarannya. Biaya Kongres di Bandung bersumber dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.

Didik menegaskan, panitia Kongres tidak mempersiapkan dana akomodasi tambahan atau transportasi. “Tapi, hanya menyiapkan transportasi lokal dari hotel-hotel di Bandung ke tempat pelaksanaan kongres. Selanjutnya, juga untuk konsumsi yang sudah menjadi kewajiban panitia untuk menyiapkannya,” terang Didik.

Menanggapi hal itu, Anas menilai keterangan para saksi menunjukan dana yang digunakan untuk mendukung pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat bukan berasal dari Nazaruddin sebagaimana dakwaan penuntut umum, melainkan dari iuran para relawan. “Jadi, itu (dakwaan) falsu, bukan palsu, tapi falsu-falsu,” selorohnya.

Lebih dari itu, Anas menyatakan keterangan para saksi telah membuktikan ia tidak pernah merencanakan kursi Ketua Umum Partai Demokrat sebagai batu loncatan untuk menjadi calon Presiden 2014. Pencalonan Anas murni karena keinginan para relawan yang mengusungnya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

“Itu untuk kepentingan cita-cita mereka mendapat ketua umum yang dianggap bagus. Itu bagian dari perjuangan relawan. Anas maju di Kongres sebagai seolah-olah untuk kepentingan Anas. Dari saksi-saksi tadi, bahkan ditegaskan relawan-relawan itu untuk kepentingan mereka mendapatkan Ketua Umum yang bagus,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait