Jerat Pidana bagi Debt Collector Pinjol Ilegal
Terbaru

Jerat Pidana bagi Debt Collector Pinjol Ilegal

Di Indonesia belum ada aturan khusus mengatur debt collector karena saat melakukan pekerjaannya mendapat kuasa dari kreditur. Namun perlu dicatat, pekerjaan debt collector harus mematuhi etika penagihan sesuai ketentuan Bank Indonesia.

CR-27
Bacaan 4 Menit
IlustrasI: HOL
IlustrasI: HOL

Dalam sebuah diskusi daring beberapa waktu lalu, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait, mengatakan bahwa perempuan pengguna aplikasi pinjaman online rentan mengalami kekerasan berbasis gender siber (KBGS). "Berdasarkan data aduan pengguna aplikasi pinjaman online (kepada LBH Jakarta, red.), sebesar 72,08 persen adalah perempuan dan 22 persen di antaranya pasti mengalami KBGS," kata Jeanny.

Ia memandang tingginya KBGS yang dialami oleh perempuan sebagai permasalahan krusial dalam kasus pinjaman online. KBGS acap kali terjadi ketika petugas pinjaman online melakukan penagihan dan menargetkan perempuan sebagai korbannya.

Adapun bentuk-bentuk KBGS yang terkait dengan pinjaman online adalah menyasar korban perempuan dan memberi ancaman akan membunuh anak korban, menyuruh perempuan (peminjam) untuk menjual diri, menyebarluaskan informasi pinjaman kepada rekan-rekan kantor dan atasan korban agar korban di-PHK, bahkan menyebarkan foto-foto atau data pribadi yang mengakibatkan korban malu dan melakukan upaya bunuh diri.

"Bahkan ada peminjam laki-laki yang diancam, 'Jika kamu tidak bisa bayar, suruh saja istrimu tidur dengan saya biar tagihannya lunas'. Ini merendahkan derajat perempuan," ucap Jeanny. (Baca: Pasal-pasal Pidana yang Bisa Jerat Perusahaan Fintech Ilegal)

Tindakan yang diterapkan oleh penagih pinjaman online, menurut Jeanny, merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya hak atas privasi dan hak atas rasa aman. Pelanggaran tersebut dapat dilihat dari berbagai upaya penagihan yang diikuti dengan penyebaran data KTP, wajah, data-data di galeri, serta diperburuk oleh pengancaman, penipuan, fitnah, dan pelecehan seksual. "Ini pelanggaran hak atas rasa aman," kata Jeanny menegaskan.

Oleh karena itu, Jeanny mengatakan bahwa peran aktif negara sangat dibutuhkan guna mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM dalam praktik pinjaman online. Apalagi, pinjaman online memiliki kaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat yang juga menjadi tanggung jawab dari negara. "Dibutuhkan kebijakan, aturan, dan pengawasan oleh negara yang seluas-luasnya agar hak ini terlindungi," tutur Jeanny.

Tak bisa dipungkiri, pergerakan kehidupan yang dinamis dan serba cepat membuat masyarakat tidak lepas dari kebutuhan menggunakan internet. Sayangnya, kemudahan akses internet tidak dibarengi dengan penggunaan yang baik. Bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, akses internet digunakan untuk mengambil keuntungan dengan cara merugikan orang lain. Contoh kasus yang sedang marak terjadi belakangan ini adalah pinjam online ilegal.

Pinjaman online ilegal ini memiliki dua sisi mata uang dalam keberadaannya. Bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan, dengan adanya pinjaman online ini sangat membantu kehidupan. Namun, bagi masyarakat yang hanya melakukan transaksi pinjaman online lantaran hanya memenuhi kebutuhan yang sebetulnya bisa ditunda, ini menjadi permasalahan baru.

Meski alasan setiap masyarakat dalam melakukan transaksi pinjaman online berbeda-beda, namun yang selalu sama adalah saat proses jatuh tempo dan harus mengembalikan pinjaman beserta bunga di dalamnya. Tidak jarang bahwa saat penagihan pihak perusahaan menggunakan jasa debt collector untuk melakukan tagihan yang intimidatif.

Debt collector atau juru tagih ini memiliki tugas dan fungsi penagihan piutang perusahaan. Debt collector ini memiliki jenis dan fungi yang berbeda. Ada debt collector internal yang merupakan pegawai yang direkrut perusahaan dan ada debt collector eksternal yaitu debt collector dari pihak ketiga.

Sementara secara umum, ada dua jenis debt collector yaitu desk collector yang bekerja mengingatkan kepada nasabah agar membayar utang menggunakan alat bantu telepon, komputer, catatan dan alat tulis serta field collector yang melakukan penagihan pembayaran konsumen di lapangan atau mengunjungi nasabah.

Di Indonesia, memang belum ada aturan khusus yang mengatur debt collector karena debt collector saat melakukan pekerjaannya mendapat kuasa dari kreditur untuk melakukan penagihan utang kepada nasabah. Namun dengan catatan harus mematuhi etika penagihan sesuai di dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, yaitu harus dilakukan dengan cara yang tidak melawan hukum. Jika debt collector terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, maka tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana.

Para debt collector bisa dijerat Pasal 310 KUHP jika melakukan penagihan di depan umum dengan bahasa yang tidak sopan, Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan atau Pasal 406 KUHP jika penagihan hutang dilakukan hingga merusak barang milik nasabah.

Untuk kasus pinjaman online ilegal, tindak pidana yang bisa dijerat kepada debt collector pinjaman online dikategorikan ke dalam kejahatan siber. Undang-undang yang bisa menjeratnya yaitu Undang-Undang No. 11 tahun 2008 sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam kasus pengancaman perusahaan pinjaman online terhadap nasabah dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP dan Pasal 29 jo Pasal 45B UU ITE.

Ancaman dari debt collector ternyata tidak sesederhana penagihan yang intimidatif yang membuat para nasabah depresi. Namun, hingga memakan korban. Salah satu kasus nasabah yang depresi berat terjadi di Depok akibat penagihan oleh debt collector yang berakhir dengan mengakhiri hidupnya.

Pemanfaatan teknologi digital yang memiliki resiko dan tantangan ini sudah seharusnya dibarengi dengan perlindungan hukum yang mengaturnya. Mulai dari aturan badan hukum penyelenggara pinjaman online, pengaturan serta pengawasan pinjaman online, nasabah yang tidak memenuhi kewajiban, perizinan pinjaman online maupun debt collector yang akan menagih pinjaman dari nasabah.

Untuk menetapkan regulasi kepastian hukum agar tidak ada lagi pinjaman online ilegal yang memakan korban, DPR sesegera mungkin mengesahkan rancangan undang-undang untuk pengembangan dan penguatan sektor keuangan yang di dalamnya mengatur mengenai pinjaman online.

Adanya rancangan undang-undang ini nantinya dapat meminimalisir dan melakukan komunikasi dan memberikan masukan kebijakan yang dibentuk dalam perkembangan teknologi finansial seiring dengan perubahan zaman.

Tags:

Berita Terkait