Delapan Aturan Teknis Pengupahan yang Ditunggu-Tunggu
Utama

Delapan Aturan Teknis Pengupahan yang Ditunggu-Tunggu

Targetnya selesai dibahas Februari 2016. Ada serikat pekerja yang masih menolak dan mengajukan HUM ke Mahkamah Agung.

ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Kalangan buruh sebenarnya sedang menguji PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan ke Mahkamah Agung. Hingga kini belum ada putusan atas hak uji materil (HUM) itu. Pemerintah malah melanjutkan proses penyusunan peraturan teknisnya.

Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Andriani, menginformasikan ada delapan peraturan teknis yang harus dipersiapkan. Beleid teknis itu sedang dirancang tim hukum Kementerian dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti asosiasi pengusaha dan serikat pekerja.

Jika ditelusuri dari materi PP Pengupahan, ada delapan Peraturan Menteri (Permen) yang diamanatkan. Peraturan teknis pertama adalah tentang Tunjangan Hari Besar Keagamaan atau Tunjangan Hari Raya (THR) dan tata cara pembayarannya. Biasanya, Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan aturan tentang THR, termasuk dalam bentuk surat edaran.

Peraturan kedua, diamanatkan Pasal 10 ayat (3) PP Pengupahan, tentang uang service tertentu yang dikumpulkan dab dikelola perusahaan. Peraturan ketiga tentang struktur dan skala upah. Peraturan lama yang pernah dikeluarkan dan relevan adalah Permenakertrans No. 49 Tahun 2004  tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.

Salah satu kebijakan yang ditunggu-tunggu adalah penentuan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Sesuai amanat Pasal 43 ayat (9) PP Pengupahan, Menteri harus membuat peraturan teknisnya sesuai semangat PP. Berikutnya, kelima, adalah peraturan teknis tentang formula perhitungan upah minimum. Formula inilah yang dikritik pekerja dan anggota DPR, dan menjadi salah satu poin penting dasar pengajuan HUM ke Mahkamah Agung.

Tiga peraturan teknis lain yang ditunggu adalah pengaturan upah minimum provinsi, kabupaten/kota; upah minimum sektoral; sanksi administratif. PP Pengupahan mengamanatkan kepada Menteri untuk mengatur lebih lanjut penjatuhan sanksi administratif kepada pengusaha yang melanggar ketentuan pengupahan.

“Saat ini draft peraturan turunan PP Pengupahan itu masih dalam tahap pembahasan. Kami targetkan paling lambat selesai Februari 2016,” kata Andriani kepada hukumonline lewat telepon, Rabu (13/1).

Andriani memastikan penyusunan peraturan teknis pengupahan akan mengikuti apapun nanti putusan Mahkamah Agung. Tetapi Pemerintah akan menargetkan penyelesaian rancangan peraturan teknis pada Februari 2016.

Dirjen Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Muji Handaya, mengatakan salah satu substansi yang dibahas dalam Permenaker tentang sanksi administratif adalah kerjasama dengan lembaga yang menerbitkan izin-izin. Izin kemungkinan akan dijadikan instrument untuk mengefektifkan sanksi. “Dari hasil diskusi yang ada mengarah pada perlunya menjalin kerjasama dengan lembaga atau institusi yang menerbitkan perizinan,” urainya.

Muji menjelaskan teknisnya nanti petugas pengawas yang melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan yang terindikasi melanggar ketentuan PP Pengupahan. Dalam pembahasan rancangan Permenaker tentang sanksi administratif itu juga dibahas apakah pemberian sanksi itu sifatnya bisa akumulatif atau bertahap.

Sekjen KSPI, Muhammad Rusdi, secara singkat mengatakan serikat buruh, terutama yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) masih bersikap untuk menolak PP Pengupahan. “Sampai saat ini sikap kami tetap menolak PP Pengupahan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait