Dissenting, Prof Arief Hidayat: Pilpres 2024 Gaduh, Presiden dan Aparaturnya Cawe-Cawe
Melek Pemilu 2024

Dissenting, Prof Arief Hidayat: Pilpres 2024 Gaduh, Presiden dan Aparaturnya Cawe-Cawe

Terjadi pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang melibatkan intervensi Presiden dengan infrastruktur politik di bawahnya untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Soal Penjabat (Pj) kepala daerah yang aparat pemerintah di daerah yang memihak antara lain Pj Gubernur Kalimantan Barat, Harisson Azroi menghimbau untuk memilih Presiden yang mendukung pembangunan IKN, Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya yang memerintahkan pencopotan baliho Ganjar-Mahfud, Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin mengajak untuk memilih Prabowo-Gibran, dan lainnya.

Bawaslu terkesan formalitas prosedural

Dia menyatakan dalam menangani laporan dugaan ketidaknetralan aparat pemerintah Bawaslu menilai banyak yang tidak memenuhi syarat baik materil dan formil. Tapi yang patut dipertanyakan fungsi pengawasan Bawaslu terkesan formalitas dan prosedural.

Soal kewenangan itu Prof Arief menyarankan kepada pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU melakukan reformulasi desain pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu. Sehingga dapat secara efektif melakukan fungsi pengawasannya, khususnya terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintahan dan aparat negara yang memiliki power. Semestinya Mahkamah meyakini adanya cawe-cawe yang dilakukan Presiden kepada para penjabat kepala daerah dan kepala desa.

Tunjangan kinerja Bawaslu oleh Presiden 2 hari jelang pemungutan suara menurut Prof Arief sekalipun rencana kenaikan itu sudah dilakukan jauh sebelum pemilu, tapi momentumnya tidak kurang tepat. Sebab, bakal menimbulkan prasangka publik terhadap kebijakan ini. Bahkan boleh jadi turut berpotensi melemahkan pengawasan yang dilakukan Bawaslu terhadap pelanggaran yang dilakukan Presiden dan aparat pemerintahannya, sebagai salah satu subjek pengawasan Bawaslu.

Pada bagian akhir, Prof Arief menyatakan dalam penyelenggaraan Pilpres tahun 2024 terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang melibatkan intervensi kekuasaan Presiden dengan infrastruktur politik yang berada di bawahnya untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Melalui sikap dan tindakan Presiden yang tidak netral sehingga melanggar etika pemerintahan, adanya politisasi penyaluran perlinsos dan bansos, pengerahan aparat pemerintahan dalam rangka memenangkan pasangan calon tertentu. Diperparah lemahnya pengawasan oleh Bawaslu, sehingga hal ini telah menciderai konstitusionalitas dan prinsip keadilan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana diatur Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Menurut Prof Arief, diperlukan upaya untuk memulihkan prinsip keadilan Pemilu pada kedudukannya semula (restorative justice) dengan cara melakukan pemungutan suara ulang di beberapa wilayah yang diyakini telah terjadi pelanggaran yang bersifat TSM. Yakni pada 6 wilayah meliputi provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

Tags:

Berita Terkait