DPR Janji Kebut Pembahasan 7 RUU Ini
Utama

DPR Janji Kebut Pembahasan 7 RUU Ini

Mulai RUU Perlidungan Data Pribadi (PDP), hingga RUU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). DPR diminta lebih produktif jika konsisten dan berkomitmen untuk fokus bekerja sesuai tugas dan fungsi pokoknya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua DPR Puan Maharani dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2021-2022 di Gedung Parlemen, Senin (16/8/2021).  Foto: RFQ
Ketua DPR Puan Maharani dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2021-2022 di Gedung Parlemen, Senin (16/8/2021). Foto: RFQ

Pandemi Covid-19 tak menyurutkan langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merampungkan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masih menjadi pekerjaan besar bersama pemerintah. Setidaknya, terdapat 7 RUU yang bakal dikebut pembahasan tingkat pertama dalam masa persidangan I tahun sidang 2021-2022 ke depannya.

Demikian disampaikan Ketua DPR Puan Maharani dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2021-2022 di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021).

“Dalam melaksanakan fungsi legislasi, pada masa sidang ini, DPR RI akan memfokuskan pada penyelesaian sejumlah pembahasan RUU pada tingkat I bersama Pemerintah,” ujar Ketua DPR Puan Maharani. (Baca Juga: Presiden Jokowi Ancam Pihak yang Permainkan Misi Kemanusiaan)

Puan mengatakan lembaga negara yang dipimpinnya memiliki komitmen tinggi dalam memastikan tugas-tugas negara agar tetap berjalan dengan baik, kendati di tengah pandemi. Lantas RUU apa saja yang bakal dikebut pembahasannya? Pertama, RUU tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang menjadi usul insiatif pemerintah. RUU ini, memang sempat mandeg pembahasannya akibat belum adanya titik temu soal posisi lembaga independen pengelola data pribadi, apakah berada di bawah presiden atau kementerian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo).

Kedua, revisi terhadap UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. RUU tersebut berada di Komisi VIII status pembahasannya. DPR dan pemerintah memang sempat membahas RUU tersebut. Hanya saja belum menemui titik temu terkait dengan isu kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan alokasi anggarannya.

Ketiga, revisi terhadap perubahan kelima atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menjadi usul inisiatif bersama DPR dan pemerintah. Keempat, RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjadi usul inisiatif pemerintah.

Kelima, revisi terhadap UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Rancangan beleid yang menjadi usul inisiatif DPR itu berada di Komisi V. Komisi DPR yang membidangi transportasi itu telah menyerap aspirasi dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan berbagai pemangku kepentingan.

Keenam, RUU tentang Badan Usaha Milik Desa. RUU ini menjadi usul inisiatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sebelumnya telah merumuskan dan menyerap masukan dari berbagai pemangku kepentingan di tingkat DPD. Para senator DPD pun berulang kali mendorong DPR agar dapat segera membahas RUU usulan DPD tersebut.

Ketujuh, revisi terhadap UU No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). RUU tersebut berada di Komisi X yang membidangi keolahragaan dan kepemudaan. DPR sudah mulai menggelar berbagai RDPU dengan menyerap masukan dari sejumlah pakar dalam rangka memperkaya materi muatan draf RUU tersebut.

Perempuan yang juga tercatat sebagai anggota Komisi I DPR itu menegaskan DPR dan pemerintah bakal mempersiapkan pembahasan RUU lainnya yang telah menjadi komitmen bersama dalam Prolegnas Prioritas 2021. Menurutnya, kinerja Prolegnas merupakan pekerjaan kolektif yang ditempuh melalui pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah. Puan meminta agar hal tersebut menjadi perhatian bersama antara DPR dan Pemerintah dalam mencapai target Prolegnas.

Sebagaimana diketahui, target dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 sebanyak 33 RUU. Setidaknya hingga kini, dari daftar Prolegnas prioritas hanya Revisi UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang telah dirampungkan pembahasannya dan disetujui menjadi UU. Sisanya, masih dalam tahap pembahasan lanjutan bersama pemerintah.

“DPR memiliki komitmen yang tinggi dalam menuntaskan Prolegnas untuk memenuhi kebutuhan hukum nasional dan dalam mendukung penyelenggaran negara,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berjanji lembaga negara yang dipimpinnya bakal fokus pada sejumlah hal di luar penanganan pandemi Covid-19. Seperti soal strategi dan kebijakan pertahanan negara tahun 2020-2024. Kemudian terkait dengan konsep dan desain Penyelenggara Pemilu Serentak Tahun 2024 dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota Serentak Tahun 2024. Serta pengawasan terhadap izin tinggal dan pergerakan orang asing di Indonesia dalam mencegah penyebaran Covid-19.

“Pengawasan ketersediaan pangan dan stabilitasi harga pangan. Pengawasan terhadap penggunaan Dana Desa. Pengawasan Pelaksanaan Keuangan Negara dalam rangka Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah,” kata Puan.

Bisa lebih produktif

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpandangan, DPR pada masa sidang sebelumnya hanya mengesahkan 1 RUU Otsus bagi Provinsi Papua menjadi UU. Sebaliknya sejumlah RUU yang telah dibahas mendalam, diperpanjang beberapa kali masa sidang tak rampung. Seperti revisi UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta sejumlah RUU lainnya.

“DPR semestinya bisa lebih produktif jika konsisten dan berkomitmen untuk fokus bekerja sesuai dengan fungsi pokok mereka,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya.

Menurutnya, diperpanjangnya pembahasan RUU PDP dan revisi UU 24/2007 menjadi contoh betapa rendahnya komitmen DPR dan pemerintah dalam merespon persoalan nyata yang terjadi di tengah masyarakat. Sebab, kata Lucius, materi pembahasan yang nyaris rampung dihambat oleh perbedaan konsep lembaga pengawas data pribadi antara DPR dan Pemerintah.  

Dia mengakui perpanjangan proses pembahasan RUU memang diizinkan melalui Pasal 99 UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan Pasal 97 Peraturan DPR No. 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-undang. Namun, alasan perpanjangan sebuah RUU tersebut harus jelas. Seperti adanya materi muatan RUU bersifat kompleks dengan jumlah pasal yang banyak, serta beban tugas Komisi, gabungan Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus.

“Tetapi apa saja alasan perpanjangan pembahasan RUU-RUU tersebut tidak terinformasikan kepada publik sebagai pihak yang harus tunduk kepada setiap peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan oleh negara,” katanya.

Tags:

Berita Terkait