Perkembangan teknologi berdampak pada berbagai sektor, salah satunya ketenagakerjaan. Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Prof Payaman Simanjuntak, mengatakan perkembangan teknologi terbaru kerap diidentikan dengan revolusi industri 4.0.
Prof Payaman menyebut revolusi industri 4.0 melahirkan banyak pengalaman dan kreativitas baru. Digitalisasi dan teknologi internet yang berkembang pesat membuat sejumlah pekerjaan yang tadinya dikerjakan manusia bisa diganti dengan teknologi, misalnya melalui kecerdasan buatan.
“Perkembangan teknologi baru, bagi yang tidak mampu mengikuti dan beradaptasi, maka mendorong orang pindah profesi,” kata Payaman dalam diskusi bertema “Implementasi Penggunaan TKA di Indonesia Setelah Omnibus Law”, Kamis (24/3/2022) kemarin.
Baca:
- 4 Aturan Penting Penggunaan TKA Setelah Terbit UU Cipta Kerja
- Begini Syarat dan Prosedur Penggunaan TKA Sesuai UU Cipta Kerja
- TKA Pengampu 3 Jenis Pekerjaan Ini Tidak Perlu Pengesahan RPTKA
Dia melanjutkan perkembangan teknologi yang tidak diantisipasi dengan baik oleh perusahaan dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Bagi perusahaan yang menghindari PHK, maka perlu menggelar pelatihan agar pekerja yang terdampak teknologi baru itu bisa dipindahkan ke profesi lain. “Jika tidak diantisipasi dengan baik hal ini bisa menimbulkan masalah,” ujarnya.
Payaman menyebut banyak para pengamat ketenagakerjaan yang mencermati persoalan tersebut. Bahkan di Jepang sejak 2019 berupaya mencari titik keseimbangan dari kemajuan yang dicapai dalam revolusi industri. Hasilnya, saat ini berkembang istilah masyarakat 5.0 dimana teknologi yang berkembang bisa memberikan perlindungan dan kenyamanan hidup bagi pekerja/buruh.
“Society (masyarakat, red) 5.0 menonjolkan rasa kemanusiaan,” ujarnya.
Ke depan, Payaman melihati tak hanya perkembangan teknologi, tapi juga masyarakat 5.0 akan berdampak pada bidang hukum. Misalnya, untuk sektor ketenagakerjaan yang dicermati tak sekedar aspek legalitas saja, tapi juga mengutamakan rasa kemanusiaan. “Mengutamakan rasa kemanusiaan, ini tantangan dalam membangun masyarakat 5.0,” paparnya.