Dua Hakim Agung Tersangka Korupsi Mengajukan Praperadilan
Berita

Dua Hakim Agung Tersangka Korupsi Mengajukan Praperadilan

Jakarta, hukumonline. Genderang "perang" antara TGPK dengan tiga hakim agung tersangka korupsi kian memanas. Dua hakim agung itu, Ny. Marnis Kahar dan Hj. Supraptini Sutarto, mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (19/9). Namun, TGPK yang belum menerima surat menyatakan siap menghadapi praperadilan.

Oleh:
Tri/Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Dua Hakim Agung Tersangka Korupsi Mengajukan Praperadilan
Hukumonline

Inilah babak lanjutan perseteruan antara TGPK dengan tiga hakim agung yang diduga telah melakukan korupsi. Pada 22 Agustus TGPK mengumumkan tiga tersangka yang diduga menerima suap senilai Rp196 juta dari kasus yang ditanganinya. Ketiganya adalah mantan hakim agung Yahya Harahap dan dua hakim agung Marnis Kahar dan Supraptini Sutarto. Namun jelas, ketiga tersangka membantahnya.

Dua hakim agung malah mengajukan permohonan praperadilan pada 11 September 2000. Permohonan praperadilan ini terdaftar dengan Nomor 11/pid/prap/2000 PN Jaksel dan akan disidangkan pada 25 September 2000 dengan hakim Rusman Dani Ahmad. Kuasa hukum kedua hakim agung itu dari kantor hukum Rudy Lontoh SH, yaitu Y.D. Purwaning, John Waleri, Sahala Siahaan, Pontas Sinaga, dan Yanti S. Nurdin.

Alasan pengajuan praperadilan itu karena mereka menilai bahwa penyidikan yang dilakukan oleh TGPK tidak sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Penyidikan oleh TGPK hanya berdasarkan kepada PP Nomor 19 Tahun 2000. "Penyidikan itu bukan dilakukan oleh jaksa atau polisi yang mempunyai kewenangan untuk menyidik, tetapi dilakukan oleh TGPK yang dipimpin oleh Andi Andojo," kata kuasa hukum.

Alasan kuasa hukum dua hakim agung itu adalah bahwa perkara yang dijadikan dugaan tindak pidana korupsi adalah putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) No. 560/k/pdt/1997 tertanggal 28 Desember 1998. Sementara penyidikan terhadap kasus tersebut dilakukan pada 16 Agustus 2000 dengan dugaan telah melakukan tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi

Dasar penyidikan terhadap kedua hakim tersebut adalah panggilan penyidikan pada 16 Agustus 2000 dengan dugaan telah melakukan tindak pidana korupsi. Penggugat berpendapat bahwa penyidikan tersebut telah melanggar  Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Kuasa hukum dua hakim agung itu menyatakan, apabila ada perubahan terhadap peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan tersebut dilakukan, maka terhadap tersangka dikenakan tuntutan yang menguntungkan. "Sementara yang berwenang melakukan penyidikan adalah jaksa dan polisi, bukan TGPK".

Selain itu, menurut kuasa hukum, UU Nomor 31 Tahun 1971 yang berlaku pada 16 Agustus 1999 tidak dapat diberlakukan terhadap perbuatan tersebut. Alasannya, perbuatan tersebut terjadi pada 1998. "Oleh karena itu UU Nomor 31 Tahun 1971 tidak dapat dijadikan dasar penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh tiga tersangka".

Halaman Selanjutnya:
Tags: