Sejatinya lingkungan pekerjaan dibedakan atas dua jenis hukum yang berlaku di dalamnya. Yakni hukum heteronom dan hukum otonom. Dalam praktiknya kedua hukum ini tidak boleh bertentangan. Malahan dalam hukum otonom harus mengacu pada hukum heteronom dan memiliki tingkat kualitas yang lebih baik.
Demikian disampaikan praktisi hukum hubungan industrial Juanda Pangaribuan dalam acara workshop Hukumonline, Selasa (25/7/2023). “Tidak ada hubungan kerja tanpa norma di dalamnya, jika tidak ada norma atau tidak ada aturan kita bisa membayangkan hal buruk apa yang terjadi. Untuk itu ditempat kerja ada dua aturan yang berlaku yaitu hukum heteronom dan hukum otonom,” ujarnya.
Dia menerangkan, hukum heteronom adalah peraturan tentang perburuhan yang ditetapkan oleh pemerintah. Nah hukum tersebut dituangkan dalam bentuk UU, peraturan pemerintah, keputusan menteri dan sebagainya. Peraturan yang ada dalam hukum heteronom wajib ditaati oleh seluruh pihak terkait.
Hukum heteronom menurut Juanda merupakan pedoman paling mendasar bagi buruh dan pengusaha ketika menjalankan sebuah bisnis. Aturan hukum ini dibuat pemerintah untuk berfungsi sebagai alat ukur untuk menentukan standar ideal dalam sebuah hubungan kerja.
Baca juga:
- Mengantisipasi Dampak Perubahan Aturan Outsourcing UU Cipta Kerja
- Ini Bedanya Outsourcing di UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja
Salah satu hukum hetoronom yang berlaku dalam hubungan kerja antara buruh dan pengusaha di antaranya adalah UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya.
“Kalau kita tidak menguasai hukum heteronom ini, maka akan muncul tantangan saat kita akan menyusun hukum perusahaan,” katanya.