Empat Permasalahan Aturan Right To Be Forgotten
Terbaru

Empat Permasalahan Aturan Right To Be Forgotten

Seperti cakupan pengertian atas hak yang perlu diharmonisasikan dengan UU lainnya, hingga berhubungan dengan sanksi yang berlaku serta pengawasan yang saat ini masih menunggu pembentukan komisi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Diskusi daring bertajuk Merumuskan Ulang The Right to be Forgotten: Sinkronisasi UU PDP dan UU ITE, Senin (27/2/2023). Foto: Ady
Diskusi daring bertajuk Merumuskan Ulang The Right to be Forgotten: Sinkronisasi UU PDP dan UU ITE, Senin (27/2/2023). Foto: Ady

Era dunia maya memunculkan hak untuk dilupakan atau right to be forgotten bagi semua masyarakat agar datanya dapat dihapus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sayangnya, pengaturan Indonesia right to be forgotten masih belum tegas, sehingga informasi yang merugikan seseorang akan tetap beredar di mesin pencari atau platform lainnya.

Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Indriaswati D Saptaningrum, menyampaikan gagasan right to be forgotten pertama kali masuk dalam perundang-undangan ketika amandemen UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Ketentuan tersebut diakomodasi dalam Pasal 26 ayat 3 dan 4. Kemudian, tata cara penghapusannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)” jelas Indriawati dalam diskusi daring bertajuk ‘Merumuskan Ulang The Right to be Forgotten: Sinkronisasi UU PDP dan UU ITE’pada Senin (27/2/2023).

Baca juga:

Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), subjek data dapat memohon penghapusan melalui mekanisme pengadilan. Apabila dikabulkan maka penyelenggara sistem elektronik bersangkutan berkewajiban menghapus data yang dimohonkan.

Ketentuan right to be forgotten juga tercantum dalam UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP). Indriaswati menyampaikan, penghapusan dan pemusnahan data merupakan bagian dari pemrosesan data. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 8 UU 27/2022. Penghapusan dan pemusnahan data dikecualikan berhubungan kepentingan dan pertahanan nasional, kepentingan proses penegakan hukum, kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara, pengawasan sektor keuangan, kepentingan statistik.

Indriawati berpendapat, dalam regulasi right to be forgotten masih terdapat berbagai risiko permasalahan. Pertama, cakupan pengertian atas hak yang perlu diharmonisasikan dengan UU lain. Lalu, kepastian delisting dari mesin pencari termasuk dalam penghapusan/pemusnahan. Kemudian, ruang lingkup informasi elektronik/non-elektronik yang diatur dalam UU lain.

Kedua, berhubungan dengan cakupan tindakan. Hal ini berhubungan dengan realisasi regulasi serta proses penghapusan/pemusnahan saat data diproses pihak ketiga. Ketiga, syarat dan prosedur permintaan dan respon dari pengendali/prosesor data. Keempat, berhubungan dengan sanksi yang berlaku serta pengawasan yang saat ini masih menunggu pembentukan komisi.

Tags:

Berita Terkait