Filosofi Hukuman Tambahan dalam Tindak Pidana

Filosofi Hukuman Tambahan dalam Tindak Pidana

Hukum melindungi pihak ketiga yang beriktikad baik. Dalam kasus pidana, putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2005 patut mendapat perhatian.
Filosofi Hukuman Tambahan dalam Tindak Pidana

Jika seorang pengusaha didakwa melakukan penipuan terhadap ratusan orang, bagaimana nasib uang yang telah disetorkan atau barang yang diserahkan oleh ratusan nasabah tersebut? Apakah aset pelaku kejahatan otomatis dibagi rata kepada para korban jika kejahatan yang dituduhkan terbukti? Bagaimana status eskavator atau gergaji mesin yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana bidang kehutanan? Apakah setiap alat atau sarana yang telah disita akan dirampas untuk negara?

Dunia hukum Indonesia pernah digegerkan oleh masalah perampasan aset First Travel. Andika Surachman, Direktur Utama PT First Anugerah Karya Wisata, dan isterinya Anniesa D Hasibuan, direktur perseroan, didakwa melakukan penipuan terhadap jamaah umrah dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Tidak sedikit jamaah yang menjadi korban penipuan itu meradang karena aset-aset terpidana justru dirampas untuk negara. 

Dalam memori kasasi, penuntut umum sebenarnya berusaha meminta agar pengadilan mengembalikan aset-aset itu kepada jamaah secara proporsional. Pertimbangannya, aset-aset yang disita dari terdakwa berasal dari uang jamaah, bukan dari negara. Lantas, mengapa hakim memutuskan sejumlah barang bukti dirampas untuk negara? Dalam putusan kasasi No. 3096 K/Pid.Sus/2018, majelis hakim menyinggung barang bukti nomor 1 sampai 529 memang merupakan hasil kejahatan, tetapi sebagaimana terungkap di persidangan, Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel menolak menerima pengembalian barang bukti tersebut. Lalu, majelis merujuk pada ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP, barang-barang bukti tersebut dirampas untuk negara.

Putusan itulah yang dikritik advokat sekaligus pengajar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. “Kalau diserahkan kepada negara mestinya yang dirugikan adalah negara,” ujarnya. Dalam kasus First Travel, yang dirugikan adalah jamaah umrah, konsekuensinya yang harus diprioritaskan adalah pihak yang lebih berhak, dalam hal ini jamaah. 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional