Guru Besar FH UGM: Ada 3 Pandangan Sikapi Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja
Utama

Guru Besar FH UGM: Ada 3 Pandangan Sikapi Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja

Pemerintah dan DPR harus memiliki inisiatif yang baik untuk membuka dialog dengan masyarakat dalam perbaikan UU Cipta Kerja karena yang diatur nanti kebutuhan seluruh masyarakat.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Ketiga, kelompok yang memandang putusan MK secara kontekstual, pertimbangan dan amar putusan tidak dapat dipisahkan. Hal yang eksplisit dan implisit dalam putusan dilihat semuanya bermakna dan berpengaruh terhadap rencana tindak lanjut yang dilakukan. Orientasi kelompok ini pro aktif dan tujuannya agar tidak mengulang kesalahan dan perbaikan UU No.11 Tahun 2020 dilakukan baik formal dan substansinya.

“Kelompok ini menegaskan UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya ditangguhkan sampai perbaikan terhadap beleid tersebut selesai,” lanjutnya.

Kelompok ketiga ini mendorong agar rencana tindak lanjut dilakukan dengan merevisi UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah terakhir melalui UU No.15 Tahun 2019 secara menyeluruh sesuai putusan MK. Metode omnibus law yang dimasukan yakni sifatnya regulasi yang serumpun atau satu bidang. Partisipasi publik sifatnya mutlak sesuai pertimbangan putusan MK

Prof Maria menegaskan pertimbangan dan amar putusan MK jelas memandatkan UU Cipta Kerja dilakukan perbaikan secara formal dan substansi. Pemerintah dan DPR harus memiliki inisiatif yang baik untuk membuka dialog dengan masyarakat karena yang diatur nanti adalah kebutuhan seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok yang punya posisi tawar kuat. “Kalau ada iktikad baik untuk membenahi substansi, maka akan memberikan hasil yang baik pula,” ujarnya.

Kaji kembali substansi

Dosen Departemen Hukum Perdata Spesialis Hukum Ketenagakerjaan, Susilo Andi Darma, mengatakan tujuan UU No.11 Tahun 2020 adalah memberikan kemudahan berusaha. Salah satu klaster yang dianggap mempersulit iklim investasi yakni ketenagakerjaan. Sampai saat ini setidaknya telah terbit 4 peraturan pelaksana UU No.11 Tahun 2020 terkait ketenagakerjaan. Sebagaimana putusan MK, beleid ini dan peraturan turunannya inkonstitusional bersyarat, sehingga masih berlaku tapi tidak mengikat sampai dilakukan perbaikan.

“Melalui putusan ini pemerintah diminta mengkaji kembali substansi yang menjadi keberatan masyarakat termasuk klaster ketenagakerjaan,” ujar Susilo.

Dia mengatakan alih-alih membenahi UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No.11 Tahun 2020 justru menambah masalah. Misalnya kesempatan tenaga kerja asing untuk menduduki berbagai jabatan pekerjaan di Indonesia semakin terbuka lebar. Hal itu dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) PP No.34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimana semua jabatan yang ada dan tersedia bisa diduduki TKA.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait