Guru Besar FH UGM Sebut Perpres Struktur Bank Tanah Langgar Putusan MK
Terbaru

Guru Besar FH UGM Sebut Perpres Struktur Bank Tanah Langgar Putusan MK

Terbitnya Perpres No.113 Tahun 2021 melanggar putusan MK, khususnya poin ketujuh amar putusan, sebagai kebijakan yang strategis dan meluas.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Guru Besar FH UGM Prof Maria Sumardjono. Foto: ADY
Guru Besar FH UGM Prof Maria Sumardjono. Foto: ADY

Putusan MK tentang pengujian UU No.11 Tahun 2020 terkait pengujian formil tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk terus menjalankan UU tersebut. Ironisnya, sebagaimana ramai diberitakan sejumlah media, belum lama ini, Presiden Jokowi telah meneken Perpres No.113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah.

Padahal, sebagaimana diketahui, dalam poin ketujuh amar Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2021 secara tegas menyebutkan “menangguhkan segala tindakan/kebijakan Pemerintah yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru dari UU Cipta Kerja.”  

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Prof Maria SW Sumardjono menilai terbitnya Perpres No.113 Tahun 2021 tersebut melanggar Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil UU No.11 Tahun 2020.

“Terbitnya Perpres No.113 Tahun 2021 melanggar putusan MK, khususnya poin ketujuh amar putusan. Tapi, sampai saat ini saya belum menemukan Perpresnya,” kata prof Maria saat dikonfirmasi, Selasa (4/1/2021). (Baca Juga: Guru Besar FH UGM: UU Cipta Kerja Miliki Daya Laku, Tapi Tak Punya Daya Ikat)

Prof Maria mengingatkan putusan MK menyatakan UU No.11 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan mengikat sampai dilakukan perbaikan atau inkonstitusional bersyarat sejak putusan dibacakan sampai selesai dilakukan perbaikan. Meskipun putusan MK itu menyatakan UU No.11 Tahun 2020 masih berlaku, tapi tidak punya daya ikat.

Poin ketujuh putusan tersebut menyatakan menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2020. “Perpres ini terang-terangan melanggar putusan MK,” tegasnya.

Menurut Prof Maria, Bank Tanah masuk dalam klaster Pengadaan Tanah yang masuk kategori kebijakan strategis dan berdampak luas sesuai bunyi Pasal 4 UU No.11 Tahun 2020 dan amar putusan MK itu. Sebagaimana poin ketujuh amar putusan MK kebijakan strategis dan berdampak luas itu harus ditangguhkan. Bahkan, tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2020.

Sebelumnya, dalam webinar yang digelar FH UGM beberapa waktu lalu, Prof Maria mengatakan sesuai Pasal 4 UU No.11 Tahun 2020, klaster yang diatur masuk kategori kebijakan yang strategis dan berdampak luas, termasuk bidang pertanahan. Meskipun ditangguhkan, tapi menurutnya tidak ada kekosongan hukum dalam bidang pertanahan karena yang berlaku adalah regulasi pertanahan sebelum terbit UU No.11 Tahun 2020. Salah satunya UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

“UU No.5 Tahun 1960 tetap menjadi dasar semua kebijakan pertanahan,” kata Prof Maria dalam webinar bertema “Implikasi Putusan MK terhadap Substansi UU Cipta Kerja”, Kamis (16/12/2021) lalu.

Apalagi, Prof Maria menekankan UU No.5 Tahun 1960 bukan UU yang terdampak dalam UU No.11 Tahun 2020. Karena itu, UU No.11 Tahun 2020 tidak mengubah, menyisipkan, atau menambahkan ketentuan dalam UU No.5 Tahun 1960. “Sehingga UU No.5 Tahun 1960 bisa lolos dari putusan MK terkait pengujian UU No.11 Tahun 2020.”

Benahi aturan pertanahan

Mengingat putusan MK memandatkan perbaikan UU No.11 Tahun 2020 baik secara formil dan substansi, Prof Maria merekomendasikan substansi pertanahan dalam beleid tersebut juga ikut dibenahi termasuk peraturan turunannya. Dia menyebut ada beberapa isu krusial pengaturan pertanahan dalam UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya yang perlu diperbaiki.

Dia menilai ada cacat logika hukum karena pengaturan pertanahan dalam UU No.11 Tahun 2020 dilakukan dengan cara “asal mengubah” konsepsi dan prinsip atau asas dalam UU No.5 Tahun 1960. Misalnya, UU No.11 Tahun 2020 mengatur tentang pembukaan lapangan kerja seiring dengan masuknya investasi (lex generalis). Selain itu, pengaturan pertanahan dalam UU No.11 Tahun 2020 wajib mematuhi UU No.5 Tahun 1960 sebagai lex specialis.

“Apapun perubahan yang diinginkan wajib hukumnya selaras dengan UU No.5 Tahun 1960,” tegasnya.

Menurut Prof Maria, ada pihak yang menganggap UU No.5 Tahun 1960 ketinggalan zaman, sehingga harus direvisi. Baginya, pihak yang berpandangan seperti itu lupa bahwa UU No.5 Tahun 1960 sifatnya dinamis. Misalnya pengaturan tentang rumah susun; HPL/hak atas tanah di ruang bawah tanah, bawah air, dan atas tanah; pemberian hak atas tanah di wilayah perairan; pemberian HGB/Hak Pakai di atas Hak Milik.

“Berbagai ketentuan itu sebelumnya tidak ada dalam UU No.5 Tahun 1960, tapi karena beleid itu sifatnya dinamis, maka bisa dikembangkan tanpa melanggar prinsip,” jelasnya.  

Berbeda dengan UU No.11 Tahun 2020 dimana perubahan yang dilakukan tujuannya bukan untuk kepentingan masyarakat, tapi hanya kelompok yang memiliki posisi tawar kuat secara ekonomi, sosial, dan politik. “Peraturan yang bermasalah itu justru semakin menjauh dari cita-cita tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat,” kritiknya.

Sejumlah hal yang perlu dikoreksi dari UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya terhadap pelanggaran konsepsi atas UU No.5 Tahun 1960 antara lain pemberian HGU di atas HPL; pemberian HMRS kepada warga negara asing yang status tanah bersamanya HGB; penetapan HPL untuk masyarakat hukum adat. Kemudian pemberian hak dan perpanjangan atau perpanjangan dan pembaruan hak tanpa dibatasi ketentuan bahwa pendaftaran haknya dilakukan secara bertahap.

Prof Maria juga mengusulkan agar mempertimbangkan kembali gagasan tentang Bank Tanah yang bermasalah sejak awal. Lebih baik fokus pada tujuan untuk mencapai ekonomi yang berkeadilan sosial. Pemberlakuan PP No.64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah harus ditangguhkan dulu dan tidak menerbitkan Perpres baru terkait Badan Bank Tanah sesuai amar putusan MK.

Dia menyarankan saat ini adalah waktu yang tepat untuk berpikir ulang tentang kedudukan dan fungsi HPL dengan segala implikasi hukumnya sesuai UU No.5 Tahun 1960. Perlu menelusuri kemungkinan untuk menjadikan hak atas tanah hanya dalam 2 kelompok yakni hak milik dan hak pakai sebagaimana pernah diusulkan dalam RUU tentang Sumberdaya Agraria Tahun 2004. Serta melaksanakan TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Tags:

Berita Terkait