Hidayat Minta Pemerintah Adil dalam Penentuan Kebijakan Keagamaan
Pojok MPR-RI

Hidayat Minta Pemerintah Adil dalam Penentuan Kebijakan Keagamaan

Tepat sehari setelah Menko Perekonomian secara sepihak mengumumkan menunda keberangkatan jamaah umrah meskipun Kerajaan Saudi Arabia sudah membukanya sejak 1 Desember 2021, Menko Marives justru membatalkan penerapan PPKM Level 3 di semua wilayah pada momen Nataru dengan alasan penularan Covid-19.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua MPR-RI Dr. HM. Hidayat Nur Wahid MA. Foto: Istimewa.
Wakil Ketua MPR-RI Dr. HM. Hidayat Nur Wahid MA. Foto: Istimewa.

JAKARTA - Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid M, mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan yang berkeadilan untuk semua umat beragama, termasuk untuk  menfasilitasi umat beragama menikmati hari libur nasional keagamaan pada waktunya. Misalnya,   tidak menggeser libur nasional keagamaan Tahun Baru Islam dan Maulid Nabi Muhammad SAW, karena  pada Oktober 2021, pandemi  Covid-19  sudah melandai dan tidak ada varian baru Covid-19.

Nyatanya, pemerintah melalui Menko PMK tidak mengindahkan. Pemerintah bersikeras  menggeser liburan Nasional Maulid Nabi Muhammad SAW. Sekarang, pemerintah  melalui Menko Marves mengumumkan untuk tidak memberlakukan PPKM level 3.  Sehingga Umat Kristiani  bisa merayakan Natal pada tanggal 25 Desember tanpa digeser apalagi dihilangkan, demikian juga tahun baru (Nataru), sekalipun tetap melakukan pembatasan dengan alasan Covid-19 sudah diatasi.

Padahal menurut Hidayat, WHO sudah mewanti-wanti adanya penyebaran varian baru Covid-19, yaitu Omicron yang sudah masuk ke Hongkong, Thailand, Malaysia, Singapura dan sekitar  40-an negara lainnya.

Karena itu Hidayat mengkritik pemerintah dan mempertanyakan konsistensi peraturan yang dikeluarkan. Seharusnya peraturan yang dikeluarkan pemerintah memenuhi rasa keadilan bagi umat beragama.

Hidayat menyebut, Menko Perekonomian pada (6/12/2021) secara sepihak mengumumkan  menunda keberangkatan jamaah umrah meskipun Kerajaan Saudi Arabia sudah membukanya sejak 1 Desember 2021. Bahkan, Kemenag dan Komisi VIII DPR,  sudah sepakat untuk mempersiapkan keberangkatan calon jemaah umrah tersebut.

Di sisi lain, kata Hidayat, Menko Marives (7/12/2021) justru membatalkan penerapan PPKM Level 3 di semua wilayah pada momen Nataru dengan alasan penularan Covid-19 sudah melandai. Menurut Hidayat, kedua kebijakan dari dua Menko tersebut tidak sinkron,dan menimbulkan rasa ketidakadilan, khususnya bagi Umat Islam. Libur maulidnya digeser, dan keberangkatan umrohnya juga ditangguhkan.

"Apalagi sebelumnya pemerintah pernah tidak mengindahkan aspirasi umat dan tetap menggeser hari libur tahun baru Islam dan hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW, sekalipun kondisi Covid-19 pada waktu itu sudah sangat landai dan tidak ada kekhawatiran akibat adanya varian baru.

“Saat ini, ketika banyak negara khawatir penyebaran varian Omicron, yang  sudah ditemukan di Singapura, Malaysia, dan Thailand, pemerintah justru membatalkan penerapan PPKM level 3 sejak jauh-jauh hari. Jika memang pemerintah merasa penanganan Covid-19 sudah memadai, dan Covid sudah landai, sebagaimana Umat Kristiani merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, sewajarnya jamaah umrah tetap diberangkatkan pada bulan Desember ini,” ujar Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (8/12/2021).

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menjelaskan, secara prinsip dirinya mendukung umat beragama melaksanakan liburan nasional keagamaan. Namun hendaknya pemerintah memberlakukan kebijakan yang adil dan bertanggung jawab. Jika keberangkatan umrah kembali ditunda dengan alasan adanya penyebaran varian Omicron, maka pengetatan berupa PPKM Level 3 seharusnya juga tidak dibatalkan. Apalagi beberapa epidemolog menyampaikan agar pemerintah benar-benar serius dan hati-hati agar tak terulang kesembronoan, gar tidak terjadi gelombang ketiga, atau penyebaran varian baru Covid-19 yang  kemungkinan sudah masuk di Indonesia.

Kebijakan pembatalan sepihak oleh pemerintah menurut Hidayat hanya melalui konferensi pers tanpa didahului oleh dokumen hukumnya, baik melalui Instruksi resmi menteri berkewenangan ataupun surat edaran. Hal itu membuat bingung pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan di tingkat lokal yang sudah mengeluarkan aturan resmi dan mempersiapkan teknis penerapan PPKM Level 3 untuk momen Nataru. Selain ketidakpastian aturan yang ditimbulkan, nuansa ketidakadilan juga dirasakan masyarakat atas kebijakan pelonggaran kegiatan yang dikeluarkan pascapembatalan pemberangkatan jemaah umrah.

“Instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dibuat bingung, bahkan banyak umat beragama dibuat resah. Ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan/kebijakan di Pemerintah Pusat, menyimpan banyak masalah yang berpotensi menjadi banyak salah. Dan yang menjadi  korban adalah rakyat atau umat beragama,” ujarnya.

Tags: