Implementasi Kewajiban Advokat Memberikan Probono Belum Optimal
Terbaru

Implementasi Kewajiban Advokat Memberikan Probono Belum Optimal

Padahal instrumen hukum yang mengatur kewajiban probono sudah cukup baik. Minimnya kesadaran serta ketiadaan sanksi tegas menjadikan tidak optimalnya pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Direktur Eksekutif LBH Jakarta, Citra Referandum memaparkan pandangannya soal probono dalam diskusi peluncuran ICJR terkait Advokat, Kamis (27/7/2023) kemarin. Foto: Tangkapan layar zoom.
Direktur Eksekutif LBH Jakarta, Citra Referandum memaparkan pandangannya soal probono dalam diskusi peluncuran ICJR terkait Advokat, Kamis (27/7/2023) kemarin. Foto: Tangkapan layar zoom.

Kalangan advokat sejatinya menjalankan profesi mulia dan terhormat alias officium nobile. Tanggungjawab luhur memberikan pembelaan tanpa pandang bulu atau diskriminasi sejatinya menjadi prinsip yang mesti dipegang setiap advokat. Probono bagi advokat pun menjadi kewajiban yang mesti diberikan bagi para pencari keadilan, khususnya masyarakat miskin. Sayangnya kewajiban probono bagi advokat belum berjalan optimal.

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referandum  mengatakan filosofi probono dan bantuan hukum memiliki perbedaan. Probono merupakan kewajiban/keluhuran bagi profesi advokat. Sedangkan bantuan hukum adalah kewajiban negara. Pasal 22 ayat (1)  UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan, “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”.

Kemudian Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma menyebutkan, “Bantuan wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan”. Beleid tersebut mengatur gamblang soal kewajiban advokat memberikan probono beserta tata caranya bagi para pencari keadilan.

Kemudian penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menyebutkan, “Ketentuan ini tidak mengurangi kewajiban profesi advokat untuk menyelenggarakan bantuan hukum”. Begitupula Pasal 14 PP No.42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum menyebutkan, “Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Baca juga:

Sementara Pasal 11 PP 83/2008 mengatur pelaksanaan pemberian probono mengacu pada ketentuan perundangan-undangan, kode etik advokat dan peraturan organisasi advokat (AO). Selanjutnya, pelaksanaan pemberian probono dilaporkan advokat kepada OA atau LBH. Dengan demikian, setiap OA wajib memiliki kebijakan internal masing-masing terkait pemenuhan kewajiban probono.

Citra menilai sedianya instrumen payung hukum advokat dalam melaksanakan probono sudah sangat lengkap dan baik. Termasuk keharusan adanya aturan internal OA. Tapi fakta di lapangan tentu menjadi catatan bersama. “Apa kira-kira kesulitan yang dihadapi teman-teman advokat di lapangan dalam memberikan probono, padahal probono menjadi kewajiban bagi advokat,” ujarnya dalam diskusi peluncuran hasil riset ‘Menerapkan Standardisasi, Memperkuat Akuntabilitas dan Nilai-Nilai Ideal Profesi Advokat: Studi Kelembagaan Organisasi Advokat di Indonesia’, Kamis (27/7/2023) kemarin.

“Pada akhirnya impelementasinya belum efektif mengingat masih minimnya kesadaran advokat melakukan kewajiban probono. Kemudian tidak ada pengawasan terhadap minimnya kesadaran ini,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait