Indonesia-Singapura Teken Perjanjian Ekstradisi Cegah Kejahatan Lintas Batas
Utama

Indonesia-Singapura Teken Perjanjian Ekstradisi Cegah Kejahatan Lintas Batas

Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura. Bagi KPK, Perjanjian Ekstradisi ini tonggak langkah maju, tidak hanya bagi Indonesia tapi juga bagi pemberantasan korupsi dalam skala global.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly (kanan) usai penandatanganan perjanjian ekstradisi disaksikan Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Singapura, Selasa (25/1/2022). Foto: Setpres
Menkumham Yasonna H Laoly (kanan) usai penandatanganan perjanjian ekstradisi disaksikan Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Singapura, Selasa (25/1/2022). Foto: Setpres

Pertemuan bilateral antara Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada Selasa (25/1/2022) ini menghasilkan 10 kesepakatan kerja sama Indonesia-Singapura. Pertama, persetujuan mengenai penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia-Singapura. Kedua, perjanjian mengenai ekstradisi buronan. Ketiga, pernyataan bersama Menteri Pertahanan RI dan Singapura mengenai kerja sama pertahanan. Keempat, pertukaran surat tentang perluasan kerangka pembahasan Indonesia-Singapura. 

Kelima, MoU kerja sama energi. Keenam, perpanjangan pengaturan keuangan antara Bank Indonesia dan Otoritas Moneter Singapura. Ketujuh, MoU kerja sama perbankan sentral, regulasi keuangan, dan inovasi. Kedelapan, MoU kerja sama keuangan dan ekonomi. Kesembilan, MoU kerja sama green and circular economy development. Kesepuluh, MoU pengaturan kemitraan SDM. Salah satu kesepakatan yang menjadi sorotan mengenai penandatangan perjanjian ekstradisi.    

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian itu bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme. 

Yasonna menjelaskan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

“Selain masa rektroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini menyepakati penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan. Hal ini untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya,” ujar Yasonna dalam keterangannya, usai penandatanganan Perjanjian Ekstradisi tersebut, Selasa (25/1/2022).

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura akhirnya ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998. Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis diantaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme. (Baca Juga: Penangkapan Samin Tan dan Surganya Koruptor di Singapura)

Indonesia juga berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati Perjanjian Ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan. “Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini, namun telah diatur dalam sistem hukum kedua negara,” ujar Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian ini.

Tags:

Berita Terkait