Inpres Moratorium Tekan Kerugian Negara
Utama

Inpres Moratorium Tekan Kerugian Negara

Inpres versi Satgas REDD lebih tepat untuk memerangi pembalakan liar.

Inu
Bacaan 2 Menit
Menurut ICW, pendapatan dari sektor Kehutanan tidak sebanding<br>dengan kerugian dari aspek laju deforestasi. Foto: Sgp
Menurut ICW, pendapatan dari sektor Kehutanan tidak sebanding<br>dengan kerugian dari aspek laju deforestasi. Foto: Sgp

Koalisi Anti Mafia Hutan mengingatkan pentingnya Instruksi Presiden (Inpres) tentang Moratorium Hutan segera diterbitkan. Inpres Moratorium diyakini menjadi alat agar penegak hukum tak tersendat menyelamatkan hutan yang berakibat hilangnya kekayaan negara.

 

Penilaian koalisi, terdiri Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bersama organisasi lingkungan di Riau, Jikalahari disampaikan kepada Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto di kantornya, Jumat (18/2).

 

“Inpres menjadi alat menyelamatkan hutan dari mafia sekaligus memicu penindakan pada pelanggaran di sektor kehutanan yang tengah diproses penegak hukum,” tegas peneliti ICW, Febri Diansyah usai pertemuan.

 

Ketiga LSM itu mendorong moratorium atau penundaan penerbitan izin baru pada hutan primer dan sekunder, serta lahan gambut pada kawasan hutan dan area penggunaan lain (APL) sesuai Inpres Moratorium. Menurut mereka, Inpres menjadi bagian dari perang melawan mafia hutan, khususnya di bidang alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit.

 

Menurut dia, Inpres memberikan dua makna. Yaitu, memastikan bahwa pelanggaran di sektor kehutanan yang pernah terjadi harus diproses secara hukum. Namun demikian, lanjutnya, tujuan itu tak akan tercapai jika tidak ada peraturan yang tegas, bahwa tak boleh lagi ada pemberian izin dan penebangan kecuali di Hutan Tanaman Industri (HTI).

 

Menanggapi desakan itu, seperti dikatakan pada Febri, Kuntoro menyatakan Inpres tetap akan disahkan. “Namun, draft Inpres masih dalam proses,” tutur Febri menirukan Ketua Satgas PMH serta Ketua Satgas Pengurangan Pemanasan Akibat Dampak Efek Rumah Kaca (REDD)

 

Febri menyampaikan Ketua Satgas PMH membenarkan adanya dua versi draft Inpres moratorium. Versi pemerintah yang disusun Kementerian Kehutanan dibawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian menyatakan, moratorium hanya pada kawasan hutan yang belum ada izin pengelolaan.

 

Koalisi berpendapat, draft Inpres yang disusun Satgas REDD lebih tepat diterapkan guna memberantas mafia kehutanan.

 

Menurut Febri, koalisi menekankan pada tingginya kerugian negara di sektor kehutanan dan kerusakan lingkungan. Akibat adanya akibat praktik mafia hutan, yang sangat kecil dibanding pemasukan negara.

 

Berdasarkan riset ICW, jika penerimaan di sektor kehutanan dibandingkan dengan resiko kerusakan lingkungan akibat praktek mafia hutan dan lemahnya penegakan hukum di sektor ini, Indonesia diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk mencegah pengurasakan hutan yang labih gawat.

 

Periode 2005-2009, pendapatan dari sektor Kehutanan Rp19,56 triliun. Nilai tersebut tidak sebanding dengan kerugian dari aspek laju deforestasi yang mencapai 5,4 juta hektare (ha), atau menurut hitungan Kementerian Kehutanan 1,08 juta ha per tahun.

 

Hitungan tersebut berasal dari Rp71,28 triliun, dari kerugian nilai tegakan sebesar Rp64,8 triliun. Lalu, Provisi Sumber Daya hutan (PSDH) sebanyak Rp6,48 triliun, ditambah kerugian negara dari Dana Reboisasi yang tidak didapatkan AS$1,96 miliar.

 

Sedangkan Human Rights Watch (HRW) juga pernah meluncurkan riset di tahun 2009, bahwa praktik korupsi dan mafia di sektor kehutanan setidaknya merugikan negara rata-rata Rp20 triliun per tahun setara AS$2 miliar per tahun.

 

Dari angka tersebut, lanjut Febri, dapat dilihat bahwa risiko kerusakan dan kerugian dari sektor kehutanan tidak sebanding dengan pendapatan negara.

Tags: