Kejahatan Israel dan Statuta Roma
Kolom

Kejahatan Israel dan Statuta Roma

Tindakan Israel terhadap Palestina di Gaza saat ini memenuhi unsur kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau juga kejahatan perang dalam Statuta Roma. Harusnya bisa diadili International Criminal Court.

Bacaan 6 Menit

Israel bergeming atas Resolusi Majelis Umum PBB tersebut. Israel malah semakin brutal menjatuhkan bom-bom kepada warga sipil yang tewas mengenaskan. Pertanyaan besar bagi kita, adakah aturan internasional yang bisa memproses kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau kejahatan perang tersebut baik yang dilakukan oleh Israel maupun mungkin juga oleh Hamas? Jawabannya ada, yaitu Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional tahun 1998 (Rome Statute of the International Criminal Court).

Statuta Roma 1998 tentang ICC (International Criminal Court/ Pengadilan Pidana Internasional) adalah perjanjian internasional. Isinya membentuk pengadilan internasional permanen dan pelengkap bagi hukum pidana nasional suatu negara. ICC mempunyai yurisdiksi atau kewenangan untuk memproses/mengadili pelaku kejahatan-kejahatan paling serius terhadap masyarakat internasional (the most serious crimes of international concerns). Hanya ada empat jenis kejahatan dalam kewenangan ICC yang diatur oleh Pasal 5 Statuta Roma yaitu the crime of genocide; crimes against humanity; war crimes; the crime of aggression.

Kejahatan Israel

Pasal 6 Statuta Roma menyatakan bahwa genocide means any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a national, ethnical, racial or religious group, as such: (a) Killing members of the group; (b) Causing serious bodily or mental harm to members of the group. Genosida adalah tindakan yang dimaksudkan untuk menghancurkan (intent to destroy) sebagian atau seluruh kelompok nasional, etnis, ras atau agama seperti membunuh anggota kelompok tersebut atau menyebabkan luka fisik atau mental secara serius anggota kelompok tersebut.

Pengertian genosida itu jelas terpenuhi pada tindakan tentara-tentara Israel yang membombardir warga sipil di Gaza. Korban tewas atau terluka fisik sangat parah—terutama anak-anak, wanita, dan orang tua—sudah tidak terhitung lagi. Bahkan, Perdana Menteri Netanyahu menegaskan pihaknya akan menghabisi warga sipil Gaza. Ini jelas menunjukkan tindakan genosida tersebut bukan sekadar adanya niat untuk menghancurkan (intent to destroy), tetapi genosida memang sedang dilakukan Israel. Ketika artikel ini ditulis, Israel masih terus menghajar warga dan objek-objek sipil dengan bom-bomnya. Korban terus bertambah, kehancuran infrastruktur makin parah, bahkan rumah sakit, sekolah, masjid, gereja, semua sedang dihancurkan.

Selanjutnya Pasal 7 Statuta Roma mengatur pengertian kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), yaitu any of the following acts when committed as part of a widespread or systematic attack directed against any civilian population, with knowledge of the attack: murder. Unsur kejahatan jenis ini juga terlihat sudah terpenuhi oleh serangan Israel ke Gaza.

Lalu, kejahatan perang diatur pengertiannya oleh Pasal 8 Statuta Roma (war crimes), yaitu war crimes in particular when committed as part of a plan or policy or as part of a large-scale commission of such crimes. Kejahatan perang juga mengacu pada aturan Konvensi Jenewa 1949, any of the following acts against persons or property protected under the provisions of the relevant Geneva Convention: (Wilful killing, Wilfully causing great suffering, or serious injury to body or health, Extensive destruction and appropriation of property, not justified by military necessity and carried out unlawfully and wantonly. Kejahatan perang ini pun jelas-jelas sedang dilakukan terus-menerus tanpa henti oleh pasukan Israel atas penduduk atau infrastruktur sipil di Gaza.

Penegakan Hukum yang Mungkin

Statuta Roma tentang ICC tersebut sudah mengatur mekanisme proses penegakan hukum atas kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau kejahatan perang. Masing-masing diatur oleh Pasal 12, 13, 14, dan 15 Statuta Roma. Pasal 12 membolehkan negara yang belum menjadi peserta perjanjian tersebut untuk meminta ICC melakukan investigasi—setelah membuat pernyataan yang didaftarkan ke Panitera ICC—. Hal ini bisa dilakukan Indonesia yang bukan state party Statuta tersebut. Mekanisme penegakan hukum diatur oleh Pasal 13 dengan tiga jalur .

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait