Ketahanan Siber, Dunia Usaha, dan Peran In-House Counsel
Kolom

Ketahanan Siber, Dunia Usaha, dan Peran In-House Counsel

Ada lima peran penting In-House Counsel dalam ketahanan siber perusahaan.

Bacaan 7 Menit

Kedua, aspek teknologi, dalam hal ini pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab harus membentuk Cyber Incident Response Team (CIRT) untuk mengawal ketahanan nasional dari insiden siber. Ketiga, aspek pembentukan atau pengembangan organisasi, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang idealnya dilengkapi wewenang untuk membuat dan mengembangkan kebijakan nasional mengenai ketahanan dan keamanan siber.

Keempat, aspek pengembangan kapasitas personel yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Kelima, aspek kolaborasi triple-helix (pemerintah–akademisi–swasta) ataupun quadruple-helix (pemerintah–akademisi–swasta–masyarakat) untuk dapat memetakan peluang, kondisi, dan permasalahan ketahanan siber dari berbagai macam perspektif dari pemangku kepentingan.

Seluruh regulasi keamanan siber dan ruang siber harus relevan dengan dinamika global dan industri karena hubungannya sangat penting terhadap perkembangan ekonomi. Penting agar pembuatan kebijakan keamanan siber mengadopsi risk-based in accordance with rule of law. Hal ini dapat dilakukan melalui tiga hal.

Pertama, membentuk dewan nasional keamanan siber. Kedua, membentuk dan memperbarui hukum kejahatan siber. Ketiga, membangun regulasi mengenai infrastruktur kritis. Adanya kepastian mengenai norma hukum keamanan siber memberikan ruang serta kepastian hukum bagi industri untuk patuh dan berkolaborasi secara bisnis.

Pengaruh terhadap Ekonomi Digital

Perkembangan teknologi informasi dan potensi ekonomi digital yang cukup besar juga diiringi beberapa dampak negatif, sebut saja ancaman terhadap hak atas privasi dan data diri. Hak atas privasi atau privacy right adalah salah satu hak dalam fundamental right. Kini Indonesia telah memiliki UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Kehadirannya sangat penting karena butuh peran Pemerintah—sebagai pemangku kebijakan yang memiliki akses cukup luas—untuk melindungi kepentingan publik dan masyarakat. Namun, tetap saja masih belum cukup apabila dikategorikan sebagai pelindung atas keamanan data pribadi. Masih diperlukan aturan-aturan yang saling melengkapi dan berkolaborasi baik dengan instansi pemerintah, lembaga negara, dan pelaku usaha.

Pada konteks ekonomi digital—seperti mekanisme dagang dengan e-commerce dan transaksi menggunakan e-banking—, pelaku usaha menyimpan data pribadi konsumen. Data pribadi konsumen itu seperti nama, alamat rumah atau kantor, alamat surel, bahkan nomor rekening bank. Transaksi e-commerce konsumen bahkan tidak hanya merekam nomor rekening. Konsumen e-commerce yang menggunakan kartu kredit maka akan terekam pula data kartu kreditnya.

Tags:

Berita Terkait