Ketua MPR: Perpres Publisher Rights Kebijakan Afirmatif Mengembangkan Usaha Pers
Terbaru

Ketua MPR: Perpres Publisher Rights Kebijakan Afirmatif Mengembangkan Usaha Pers

Persoalan utama pers justru pada disrupsi digital yang menurunkan daya bisnis pers, khususnya dari pemasukan iklan. Melalui Perpres 32/2024 mewajibkan platform digital untuk melayani negosiasi nilai ekonomi dari kalangan pers.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat menghadiri peringatan Hari Pers Nasional  bersama Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (20/2/2024). Foto: Istimewa
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat menghadiri peringatan Hari Pers Nasional bersama Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (20/2/2024). Foto: Istimewa

Pemerintahan Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital Untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas (Publisher Rights). Beleid tersebut menjadi angin segar bagi kalangan pers. Khususnya dalam menumbuhkembangkan dunia usaha di bidang pers.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menilai Perpres 32/2024 menjadi pendorong dalam memajukan usaha pers di dalam negeri. Dia pun mengapresiasi terbitnya beleid terkait dengan Regulasi Hak Cipta Penerbit atau Publisher Rights. Serta memprioritaskan belanja iklan pemerintah kepada perusahaan pers sebagai kebijakan afirmatif dalam menumbuhkembangkan usaha pers di dalam negeri.

“Peraturan Presiden terkait publisher right menjadi angin segar bagi kalangan pers. Setelah tiga tahun lamanya dibahas dan diformulasikan, akhirnya pers bisa mendapatkan keadilan ekonomi terkait berita yang mereka buat yang ditampilkan oleh berbagai platform digital,” ujarnya saat menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional 2024 di Jakarta, Selasa (20/2/2024) kemarin.

Menurutnya sebagaimana disampaikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), permasalahan utama pers tidak terletak pada defisit kebebasan pers. Pasalnya pers masih mampu menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi. Namun persoalan utama pers justru pada  disrupsi digital yang menurunkan daya bisnis pers, khususnya dari pemasukan iklan.

Baca juga:

Nah, melalui Perpres 32/2024 mewajibkan platform digital untuk melayani negosiasi nilai ekonomi dari kalangan pers. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan, Perpres tersebut kedepannya dapat ditingkatkan menjadi UU. Dia menjelaskan, peraturan mengenai publisher rights dapat menciptakan ekosistem kompetisi yang adil antara pers dengan platform digital global.

Seperti Google, Facebook, Youtube, Twitter dan lainnya. Dengan begitu dapat memperkuat pers nasional yang tidak hanya sehat secara ketentuan jurnalistik, melainkan juga sehat secara ekonomi. Sekaligus mencegah terjadinya digital feodalisme. Sepertihalnya Indonesia, berbagai negara pun sdah merancang regulasi terkait publisher rights. Antara lain Australia yang telah mengesahkan News Media Bargaining Code, serta Korea Selatan yang baru saja menerapkan amandemen UU bisnis telekomunikasi, Telecommunication Business Act.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait