KHN Hampir Pasti Bubar, Sejumlah Staf Sudah Diberi 'Pesangon'
Berita

KHN Hampir Pasti Bubar, Sejumlah Staf Sudah Diberi 'Pesangon'

Menyusul pengajuan surat pengunduran diri dari enam orang anggotanya, Komisi Hukum Nasional telah merumahkan seluruh karyawannya. Kerja komisi bentukan mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini juga akan berhenti bersamaan dengan berakhirnya tahun 2003.

Amr
Bacaan 2 Menit
KHN Hampir Pasti Bubar, Sejumlah Staf Sudah Diberi 'Pesangon'
Hukumonline

Tak seperti biasanya, kantor Komisi Hukum Nasional (KHN) di bilangan Jl. Diponegoro Jakarta Pusat siang itu terlihat sedikit berantakan. Sejumlah staf komisi yang menempati lantai 3 dan 4 sebuah gedung yang dikuasai oleh BPPN itu tampak sedang mengemasi tumpukan buku serta dokumen.

 

"Kantor kami sudah akan tutup. Pesangon buat kami juga sudah disiapkan," demikian ujar salah seorang staf KHN saat ditemui hukumonline, pada Senin (22/12). Menurut staf tersebut, terhitung siang itu pihak pengurus KHN telah membekukan seluruh kegiatan di komisi, kecuali untuk bagian keuangan.

 

Ketika hukumonline mengkonfirmasi kabar soal penutupan KHN itu kepada Sekretaris KHN, Prof. Mardjono Reksodiputro, yang bersangkutan membenarkannya. Menurutnya, penutupan tersebut disebabkan karena KHN sudah kehabisan dana, sedangkan kucuran anggaran 2004 sebesar kurang lebih Rp 5 miliar belum mendapat kepastian dari Sekretaris Negara.

 

"Kami sepakat karena tidak ada kepastian masalah keuangan ini, mari kita tutup sementara kantor kita. Itu memang diputuskan. Bukan dilikuidasi. Kita tutup saja," ucap Mardjono saat ditemui hukumonline usai pengenalan Yayasan Ali Budiardjo Nugroho Reksodiputro di Jakarta (22/12). Selain itu, menurutnya, yang diberikan kepada para staf KHN bukanlah pesangon namun uang tanda 'terima kasih' dan besarnya juga hanya satu bulan gaji.

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, ternyata retaknya KHN tidak sekedar soal fulus, tapi dipicu konflik internal. "Bukan sekadar masalah keuangan, tapi ini karena masalah internal anggota KHN," tutur staf yang tidak mau disebutkan namanya ini. Menurutnya, tidak kunjung mengalirnya anggaran KHN untuk 2004 bukanlah satu-satunya alasan penutupan kantornya itu. Alasan lain adalah karena adanya konflik menahun antara beberapa anggota KHN dengan Ketua KHN Prof J.E. Sahetapy.

 

Sejumlah anggota KHN, dikabarkan sudah tidak tahan lagi dengan gaya kepemimpinan Sahetapy yang dinilai kurang bijaksana. Pasalnya, Sahetapy beberapa kali dengan terang-terangan membuka perselisihan dengan sejumlah pejabat negara serta dengan pihak DPR. Sikap itu terlihat makin jelas saat Sahetapy berpolemik dengan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengenai revisi KUHP di sebuah harian.

 

Sahetapy sendiri ketika dikonfirmasi oleh hukumonline (23/12) mengenai kabar pembekuan kegiatan KHN, mengatakan belum bisa membenarkan hal tersebut. Menurutnya, hari ini ia baru berencana bertemu dengan Prof. Mardjono, sekretaris KHN. Sahetapy meminta hukumonline menghubungi Mardjono. Namun, ketika hukumonline menyampaikan bahwa informasi di atas diperoleh dari Mardjono, dia tidak mau berkomentar lebih jauh.

 

"Saya kira saya dipanggil hari ini. Jadi saya belum bisa jawab hal itu. Jadi anda punya informasi itu saya tidak tahu apakah betul atau isapan jempol," ujar Sahetapy melalui telepon genggamnya.

 

Belum sempat hukumonline mengklarifikasi adanya konflik di tubuh KHN yang  memicu bubarnya lembaga tersebut, Sahetapy buru-buru mengakhiri pembicaraan.  "Mohon maaf saja saya belum bisa jawab. Saya sedang sibuk sekali," tukasnya sambil menutup teleponnya.

 

Masih mengenai kabar adanya konflik di tubuh KHN, Mardjono dengan tegas pula menolak kabar yang mengatakan bahwa penutupan KHN karena ada konflik internal. "Itu diada-adakan. Tidak ada sama sekali. Kalau dari saya tidak ada apa-apa, dari Pak Sahetapy juga tidak ada apa," cetusnya.

 

Saat ditanyakan mengenai gaya kepemimpinan Sahetapy selama ini, terutama soal konfliknya secara terbuka dengan Menteri Kehakiman, Mardjono juga tidak menampiknya. "Itukan gaya beliau. Kalau kami berpendapat begini, kalau ada masalah itu masalah urusan Pak Sahetapy dengan pak Yusril jangan dikaitkan dengan Departemen Kehakiman dengan KHN," tegasnya.

 

Ternyata bukan cuma para staf yang terkejut dengan penutupan kantor KHN, namun juga anggota serta pihak lembaga donor. "Pak Fajrul (Fajrul Falaakh, red) saja kaget dengan penutupan ini. Beliau sama sekali tidak menyangka," masih kata staf tadi. Beberapa orang di Partnership, donor terbesar KHN, juga dikabarkan awalnya tidak percaya dengan kabar penutupan KHN. Pasalnya, KHN telah menyerahkan proposal baru kepada Partnership sebelum lebaran lalu.

 

Lebih jauh Mardjono menjelaskan, bahwa ketidakjelasan kucuran anggaran 2004 dari Sekneg merupakan kelalaian dari pihak KHN juga. Hal itu, katanya, disebabkan beberapa hal, terutama karena jumlah anggaran yang besarnya tiga kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Alasan lainnya, ujar Mardjono, karena pihak KHN terlambat mengajukan usul anggaran tersebut kepada Setneg.

 

Namun, Mardjono mengakui bahwa seluruh anggota KHN telah mengirimkan surat kepada Presiden Megawati yang isinya berupa penawaran untuk pengunduran diri keenam anggota KHN tersebut. Enam anggota KHN adalah Mardjono, Sahetapy, Frans Hendra Winarta, Fajrul Falaakh, Harkristuti Harkrisnowo dan Suhadibroto.

 

Meski sampai sekarang belum ada tanggapan dari pihak Presiden, namun pihak KHN sendiri masih menanti untuk bertemu sekaligus ingin menyampaikan buku mengenai rekomendasi KHN yang terakhir.

 

"Kami telah kirim surat kepada beliau kami akan mengatakan 'Bu, nilailah, ini adalah buku yang kami hasilkan. Kalau ini dianggap tiga tahun cuma bikin buku begini, ya boleh saja ibu memberhentikan kami. Kami menyediakan diri untuk resign, untuk memudahkan presiden untuk mengganti orangnya. Itu menurut saya sportif," kata Mardjono.

Tags: