Demokrasi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir disebut mengalami kemunduran. Antara lain ditandai semakin sempitnya ruang kebebasan sipil seperti hak untuk berekspresi dan berpendapat. Perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, yang menjerat Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi salah satu kasus yang menyita perhatian publik baik nasional dan internasional.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) memutus Haris-Fatia bebas bebas dari semua dakwaan jaksa penuntut umum. Dakwaan jaksa dinilai tak terbukti oleh majelis hakim. Putusan ini diapresiasi banyak kalangan baik kalangan masyarakat sipil dan lembaga negara.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mencatat selain menjatuhkan vonis bebas, majelis hakim juga memandatkan rehabilitasi hak-hak Haris-Fatia. Atas putusan itu Atnike menyebut lembaganya mengucapkan selamat kepada Haris dan Fatia. Komnas HAM mengapresiasi putusan majelis hakim yang berintegritas dan tajam dalam pertimbangan putusan sehingga melahirkan vonis bebas bagi Haris-Fatia.
“Komnas HAM meminta Mahkamah Agung (MA) untuk memberikan apresiasi kepada majelis hakim di persidangan. Komnas HAM juga meminta Jaksa Agung melalui Jaksa Penuntut Umum untuk tidak mengajukan kasasi atas putusan bebas ini,” kata Atnike saat dikonfirmasi, Selasa (9/1/2024).
Baca juga:
- Putusan Bebas Haris-Fatia, Masyarakat Tak Perlu Takut Mengkritik
- Dakwaan Jaksa Tak Terbukti, Haris-Fatia Divonis Bebas
- Komnas HAM Beri Dukungan Moral Untuk Haris-Fatia
Atnike menegaskan putusan yang memvonis bebas Haris-Fatia ini sebagai sinyal positif terhadap hak atas kebebasan berekspresi di Indonesia. Tapi idealnya, persoalan dugaan pencemaran nama baik seperti ini tidak perlu sampai ke pengadilan. Komnas HAM telah menyampaikan pandangannya dalam pendapat tertulis (Amicus Curiae) kepada Ketua PN Jaktim melalui surat nomor 644/PM.00/AC/V/2023 tertanggal 19 Mei 2023.
Amicus Curiae yang disampaikan Komnas HAM itu pada intinya tindakan Haris-Fatia dalam perkara ini adalah tindakan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini tegas dilindungi sebagaimana diatur Pasal 66 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.