Kompetensi Anggota Dewan Menjadi Faktor Melempemnya Kinerja Legislasi
Terbaru

Kompetensi Anggota Dewan Menjadi Faktor Melempemnya Kinerja Legislasi

Komitmen dengan target yang direncanakan harus menjadi pegangan setiap anggota dewan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

”(Anggota) DPR harus lebih siap karena mereka seharusnya sudah digodog di partai. Begitu dia terpilih ada yang menyediakan pembekalan pengetahuan legislatif,” paparnya.

Fitri memaparkan terdapat lima tahapan penyusunan legislasi. Yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, persetujuan bersama dan penandatanganan presiden. Dalam proses pembahasan merupakan tahapan yang paling menantang. Pasalnya pembahasan sebuah RUU dilakukan secara terbuka dan menampung berbagai masukan masyarakat dari berbagai pihak.

”Ada kepentingan yang berbeda-beda, sehingga anggota dewan harus memilih. Anggota dewan jangan takut partisipasi publik, dengarkan saja. Partisipasi publik dalam proses pembahasan itu paling menantang,” katanya.

Jadi kebutuhan negara

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Prof Topane Gayus Lumbuun menilai UU menjadi kebutuhan negara yang mengatur masyarakat menjadi lebih tertib. UU yang cenderung urgen menjadi skala prioritas. Saat masih menjadi anggota dewan, Gayus melihat RUU dibentuk dengan membutuhkan waktu yang cukup. Tapi belakangan terdapat sejumlah UU yang dalam kurun beberapa pekan sudah rampung pembahasannya hingga disetujui menjadi UU.

“Bahkan ada yang empat hari selesai. Saya tidak mempersoalkan itu menjadi negatif, tapi memang UU itu diperlukan sangat cepat, mungkin itu pandangan DPR periode sekarang,” ujarnya.

Mantan Hakim Agung itu melihat capaian kinerja legislasi sepanjang 2020-2023 berkisar 20-an UU yang dihasilkan DPR bersama pemerintah terbilang sedikit. Memang saat pembahasan acapkali menimbulkan pro dan kontra yang berujung adanya perbedaan pandangan. Tapi bagi Gayus, pembentukan sebuah RUU mesti dinamis, karena UU yang dihasilkan nantinya mesti dipertanggungjawabkan saat diterapkan di masyarakat.

“Tapi kalau sampai hari ini hanya 20-an yang diundangkan, itu terlampau sedikit. Karena legislator juga punya kewajiban,” ujar Gayus yang juga mantan anggota dewan di Komisi III  periode 2004-2009 dan 2009-2014 itu.

Tags:

Berita Terkait