Kontras Desak DPR Tolak 3 Calon Hakim Ad Hoc HAM
Terbaru

Kontras Desak DPR Tolak 3 Calon Hakim Ad Hoc HAM

Karena ketiga calon hakim dinilai gagal menjelaskan sejumlah substansi penting dalam proses penuntasan pelanggaran HAM berat baik dari segi konsep, regulasi maupun praktik.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti. Foto: Ady
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti. Foto: Ady

Komisi III DPR telah menggelar uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung dan hakim ad  hoc Hak Asasi Manusia (HAM) pada Mahkamah Agung. Setidaknya ada 3 calon hakim hakim ad hoc HAM yang mengikuti uji kelayakan dan kepatuan. Ketiga nama itu adalah Harnoto (anggota Polri), Heppy Wajongkere (Advokat), dan M Fatan Riyadhi (mantan hakim ad hoc tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh).

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, mengatakan pihaknya melakukan pemantauan jalannya uji kelayakan. Berdasarkan hasil pantauan Kontras, ketiga calon itu tidak ada yang memenuhi syarat yang dimandatkan Pasal 33 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sebagaimana Pasal 33 UU 26/2000 memandatkan syarat calon hakim ad hoc HAM MA  harus memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang HAM.

“Ketiga calon hakim gagal menjelaskan sejumlah substansi penting dalam proses penuntasan pelanggaran HAM berat baik dari segi konsep, regulasi maupun praktik. Dengan kenyataan ini, Komisi III DPR yang punya wewenang mengusulkan calon hakim sebelum diangkat oleh Presiden harus menolak para calon ini,” katanya dikonfirmasi, Selasa (28/03/2023).

Baca juga:

Fatia melihat pengetahuan ketiga calon hakim ad hoc HAM tersebut tidak mampu menjelaskan dengan baik konsep pertanggungjawaban dalam skala individu atau institusi terkait unsur sistematis atau meluas sebagai unsur penting dalam kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Ironisnya, ketiganya tidak mampu menjelaskan perbedaan antara pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM berat.

Para calon hakim fokus pada bentuk tindakan, bukan pada terdapatnya salah satu unsur antara sistematis atau meluas sebagai bagian dari serangan terhadap para korban tindak pidana kejahatan kemanusiaan. Soal isu penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial, Fatia mencatat salah satu calon menilai cara tersebut lebih efektif. Padahal mekanisme penyelesaian non-yudisial menuai banyak kritik karena meminggirkan proses pengungkapan kebenaran dan jaminan ketidakberulangan sebagai unsur penting penyelesaian masalah.

Secara administratif Fatia menghitung ada 2 calon berpotensi konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi hasil pengadilan ke depan. Yakni calon hakim ad hoc HAM, atas nama Harnoto yang notabene masih anggota Polri aktif. Kemudian calon hakim ad hoc HAM Heppy Wajongkere yang menggunakan surat rekomendasi dari Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga pada Pusat Penerangan Hukum Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk proses seleksi. Padahal Kejagung bertindak sebagai penyidik dan penuntut di pengadilan HAM.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait