Kesaksian korban
Muhammad Asyad, saksi mata peristiwa Tanjung Priok, mengatakan bahwa peristiwa ini berawal ketika seorang anggota Koramil, Sersan Hermanu, masuk Musholla As-Saadah usai salat Dzuhur. Pengurus musholla mengadakan musyawarah dengan pihak aparat. Namun karena massa yang banyak, pengurus musholla bermaksud melindungi Hermanu.
Anehnya, justru aparat menangkap pengurus musholla yang berjumlah 4 orang, di antaranya: Sopian Sulaiman, Muhammad Salu, dan Rambe. Mereka ditahan di Kodim Jakarta Utara. Atas perlakuan aparat, masyarakat meminta agar pengurus musholla kalau bersalah ditahan di kantor polisi dan bukan di Kodim. Alasannya, mereka orang sipil. Bahkan, Amir Biki (almarhum) dan masyarakat mengultimatum akan menuntut pihak Kodim melepaskan pengurus musholla.
Akhirnya dilakukanlah tabligh akbar di Jalan Sindang, Jakarta Utara, pada pukul 20.00 yang dihadiri oleh ribuan massa. Pada pukul 23.00 massa bergerak ke Kodim Jakarta Utara. Namun baru sampai di Jalan Yos Sudarso, tepatnya di depan Polres Jakarta Utara, massa diberondong oleh 10 anggota TNI yg berjejer di depan massa.
Asyad juga mengatakan bahwa sebenarnya korban-korban yang jatuh bukan hanya yang ikut tabligh, melainkan juga orang yang baru saja keluar dari bioskop Tugu. "Korban-korban tersebut diseret dan dimasukkan ke dalam truk," ujarnya. Ia menyebutkan ini merupakan rekayasa dari L.B. Moerdani selaku Pangab karena ternyata terjadi pengrusakan di Jalan Koja. Massa yang tidak melewati jalan justru dituduh merusak.
Sementara keluarga korban, Ny. Siti Khotimah, isteri dari Tugimin yang kerangkanya sedang diangkat, belum meyakini bahwa itu adalah suaminya sebelum pemeriksaan forensik dilakukan. Dan ia akan membantu pihak forensik untuk itu.
Siti Khotimah menceritakan, sejak suaminya tidak pulang lagi dari tabligh, ia merasa yakin bahwa suaminya adalah salah satu korban. Namun, dia tadak berani mencari karena adanya teror dari aparat. Setelah 40 hari dari peristiwa tersebut, barulah ia mencari suaminya. Ia datang ke Kodim Jakarta Utara dan mendapatkan penjelasan tidak ada data hidup, tetapi hanya ada data mati. Dan memang ada nama Tugimin, suaminya.
Sejak saat itu, Khotimah menanggung beban hidup keluarga dari 2 anaknya. Dengan pengngungkapan kasus Tanjungpriok ini, dia berharap adanya penegakan hukum dengan mengadili orang-orang yang bertanggungjawab dan adanya kompensasi.
Enam belas tahun sudah kasus Tanjung Priok berlalu. Tragedi berdarah ini telah merenggut banyak korban. Banyak pula istri yang kehilangan suami, seperti Siti Khotimah, sehingga harus mencari nafkah untuk anak-anaknya yang telah piatu. Mereka tidak hanya berharap kasus ini dibongkar, tetapi juga uluran tangan.