​​​​​​​Langkah Mahasiswa Hukum yang Membuat Para Tokoh Turun Gunung
Mahasiswa Bergerak

​​​​​​​Langkah Mahasiswa Hukum yang Membuat Para Tokoh Turun Gunung

​​​​​​​Inilah permohonan uji materi yang diajukan mahasiswa yang mengundang keterlibatan banyak pihak.

Normand Edwin Elnizar/M-30
Bacaan 2 Menit

 

Penodaan Agama

Dalam konteks agama, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga pernah menempuh upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi. Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, mahasiswa dimaksud, mengajukan permohonan pengujian UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama). Namun dalam permohonannya ia bertindak sebagai perseorangan warga negara Indonesia.

 

Zico meminta agar Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 UU Penodaan Agama ditafsirkan konstitusional sepanjang dilakukan perubahan (revisi) terhadap UU tersebut dalam jangka waktu paling lambat tiga tahun. Dengan kata lain, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi memerintahkan pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu paling lama tiga tahun melakukan perubahan (revisi) terhadap UU Penodaan Agama.

 

Ini bukan kali pertama Zico mengajukan permohonan terhadap Undang-Undang yang sama. Sebelumnya, ia bertindak sebagai pengkhotbah awam (lay preacher) dan warga negara yang mengkampanyekan toleransi beragama mengajukan pengujian Pasal 4 UU Penodaan Agama terhadap Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Terhadap permohonan ini, Mahkamah Konstitusi menyinggung pentingnya revisi peraturan perundang-undangan. Namun, ternyata hingga permohonan kedua diajukan revisi dimaksud tak juga dilakukan pembentuk undang-undang.

 

Pasal 4 UU Penodaan Agama dimaksud adalah dasar hukum masuknya Pasal 156a KUHP, yang mengancam pidana selama-lamanya lima tahun, barangsiapa yang dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan (a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; (b) dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

Dalam pertimbangan Putusan No. 5/PUU-XVII/2019, majelis hakim Mahkamah Konstitusi mengakui legal standing pemohon sebagai pengkhotbah karena sangat mungkin hak konstitusional Zico dirugikan. Mahkamah menyatakan bahwa terhadap norma yang sudah dinyatakan konstitusional tidak dapat dilakukan pengujian lagi. Jika pemohon sudah mengakui konstitusionalitas pasal yang diujikan, menurut Mahkamah, ‘menjadi sulit untuk memahami apa yang sesungguhnya dipermasalahkan oleh Pemohon terhadap norma pasal-pasal a quo yang telah diakui sendiri konstitusionalitasnya oleh Pemohon’.

 

Berkaitan dengan revisi Undang-Undang, sepenuhnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. Mahkamah hanya berwenang melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945. Majelis berpendapat bahwa terhadap substansi permohonan, sesungguhnya bukan substansi yang dapat menjadi objek permohonan di Mahkamah Konstitusi karena norma undang-undang yang dipersoalkan telah ternyata dan diakui sebagai norma yang konstitusional. “Mahkamah berpendapat bahwa permohonan Pemohon bukan merupakan objek yang dapat diajukan di Mahkamah Konstitusi”. Karena itu pula, pada amarnya, Mahkamah menyatakan permohonan ini tidak dapat diterima karena pokok permohonan salah objek.

Tags:

Berita Terkait