LBH Jakarta Catat 2 Pasal UU ITE Ini Kerap Digunakan Untuk Kriminalisasi
Terbaru

LBH Jakarta Catat 2 Pasal UU ITE Ini Kerap Digunakan Untuk Kriminalisasi

Yakni Pasal 27 ayat (3) terkait penghinaan dan/atau pencemaran nama baik serta Pasal 28 ayat (2) UU ITE terkait informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Konferensi pers secara daring YLBHI dan LBH terkait revisi UU ITE, Rabu (12/7/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Konferensi pers secara daring YLBHI dan LBH terkait revisi UU ITE, Rabu (12/7/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Kalangan masyarakat sipil sejak lama mendesak pemerintah dan DPR segera merevisi UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah terakhir melalui UU No.19 Tahun 2016. Revisi itu penting mengingat sejumlah pasal karet UU ITE digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi. Sayangnya proses revisi kedua terhadap UU ITE di DPR berlangsung secara tertutup. Kalangan masyarakat sipil tidak bisa mengakses proses pembahasan revisi itu.

Direktur LBH Jakarta Citra Referandum, mencatat beberapa pasal UU ITE yang bermasalah seperti Pasal 26, 27 ayat (1) dan (3), 28 ayat (2), 29, 40, dan 45. Citra melihat setidaknya ada 2 pasal UU ITE yang kerap digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat sipil. Pertama, Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang mengatur tentang informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Ketentuan ini menjerat masyarakat yang menjalankan haknya untuk berekspresi dan berpendapat sebagaimana yang dialami ibu rumah tangga Prita Mulyasari yang dijerat menggunakan pasal tersebut karena mengeluhkan pelayanan di RS Omni Internasional. Pasal 27 UU ITE juga digunakan untuk menjerat guru honorer Baiq Nuril yang mengalami pelecehan seksual dan aktivis Jumhur Hidayat karena mengunggah kritik terhadap UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di laman media sosial.

“Dampak sejumlah pasal UU ITE menimbulkan masalah (kriminalisasi,-red) terhadap kebebasan berekspresi dan berpenddapat,” kata Citra dalam konferensi pers, Rabu (12/7/2023) kemarin.

Baca juga:

Tak hanya menjerat individu, Pasal 27 ayat (3) UU ITE juga digunakan perusahaan untuk mengkriminalisasi buruh yang menuntut hak-hak normatif seperti yang dialami buruh di sebuah perusahaan garmen. Citra menjelaskan buruh tersebut menuntut perusahaan membayar hak-hak buruh berupa pembayaran tunjangan hari raya keagamaan (THR) sesuai aturan. Kemudian buruh yang tergabung dalam Federasi Sebumi itu melakukan kampanye publik terhadap produk yang dihasilkan perusahaan itu terkait persoalan pembayaran THR.

Alhasil perusahaan melaporkan buruhnya menggunakan pasal pencemaran nama baik UU ITE.

Menurut Citra, Pasal 27 ayat (3) harus dikaitkan dengan Pasal 310 dan 311 KUHP hal itu sebagaimana putusan MK No.50/PUU-VI/2008 dan ditegaskan putusan Pengadilan Negeri Bantul No.196/Pid.Sus/2014/PN.BTL. Selain itu pasal pencemaran nama baik berlaku untuk individu, bukan badan hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait