Melihat Perbedaan Plea Bargain dan Restorative Justice dalam Praktik
Utama

Melihat Perbedaan Plea Bargain dan Restorative Justice dalam Praktik

Dalam plea bargain, hakim masih memiliki peran besar menentukan prosesnya hingga putusan. Kalau restorative justice itu pemulihan terhadap pelaku dan korban untuk menghindari perkara pidana masuk ke pengadilan.

CR-28
Bacaan 3 Menit

Menurut Febby Mutiara, keadilan restoratif memiliki beberapa tujuan untuk pemulihan. Antara lain memulihkan korban tindak pidana, masyarakat terdampak tindak pidana, dan pelaku tindak pidana. Pemulihan yang dilakukan tidak semata hanya bersifat material, seperti mengganti kerugian atau berbuat sesuatu yang bersifat kebendaan, tapi juga termasuk upaya memulihkan suasana kebatinan, kedamaian, dan relasi sosial yang hidup di tengah masyarakat.

"Tapi, dalam plea bargain, hakim masih memiliki peran besar penentu prosesnya hingga putusan, itu plea bargain. Kalau keadilan restoratif, itu kan pemulihan tindak pidana yang dilakukan untuk menghindari perkara pidana masuk ke pengadilan. Itu sebetulnya menjadi catatan pembedaan antara restorative justice dengan plea bargain. Walaupun, pengadilan juga dapat saja (punya wewenang, red) melakukan restorative justice, tapi yang difokuskan adalah korban dan masyarakat."

Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita, yang dikutip dalam pemaparan Febby, disebutkan motivasi utama plea bargain adalah mempercepat proses penanganan perkara pidana. Guna mengimplementasikannya, negosiasi yang terjadi harus dilandasi kesukarelaan terdakwa mengakui kesalahannya dan kesediaan penuntut umum untuk memberi tuntutan ancaman hukuman yang diharapkan terdakwa dan pembelanya. Selanjutnya, hakim turut serta sebagai wasit yang tidak memihak.

Dalam presentasinya, dia lalu mengutip pernyataan Laode Syarif, Mantan Wakil Ketua KPK (Masa Bakti 2015-2019) yang menjelaskan plea bargaining tetap membutuhkan keterlibatan hakim, supaya ada kontrol terhadap JPU saat melakukan negosiasi yang berlangsung tetap terjaga. Dikawathirkan jika tida ada peran pengadilan, maka hanya akan membuka lapangan korupsi baru.

Bentuk keterlibatan hakim bisa dilakukan dengan berbagai situasi. Seperti pada fase negosiasi, hasil negosiasi bisa dilaporkan ke pengadilan. Selanjutnya hakim yang ditunjuk (Hakim Pemeriksa Pendahuluan) dapat menilai hasil negosiasi tersebut. Atau hakim dapat dilibatkan saat negosisasi sudah selesai, dengan dilaporkan ke pengadilan setempat dan dicatatkan. Apabila ditemukan permasalahan dalam pelaksanaan, maka pengadilan bisa mengambil alih penyelesaian perkara tersebut.

Tags:

Berita Terkait