Memperingati Hari HAM, Capres-Cawapres Diingatkan Pentingnya Perlindungan HAM
Melek Pemilu 2024

Memperingati Hari HAM, Capres-Cawapres Diingatkan Pentingnya Perlindungan HAM

Kasus yang menimpa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menambah deret panjang daftar pembela HAM yang dikriminalisasi karena menyampaikan pendapat dan ekspresi secara damai.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi pilar utama dalam kehidupan bernegara. Bahkan HAM menjadi salah satu substansi pokok yang masuk dalam revisi UUD RI Tahun 1945 di era reformasi. Memperingati hari HAM internasional yang jatuh setiap 10 Desember, kalangan organisasi masyarakat sipil mengingatkan pentingnya perlindungan HAM. Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menegaskan pemenuhan HAM harus secara nyata diujudkaan bukan sekadar janji mengingat saat ini masuk tahun politik dalam rangka menghadapi pemilu serentak 2024.

Tercatat dari tiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (capres-cawapres) yang ditetapkan KPU RI yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (nomor urut 1), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (nomor urut 2), dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (nomor urut 3) mengusung visi-misi yang berkaitan dengan hukum, HAM, dan demokrasi. Amnesty Internasional Indonesia mencatat aparat penegak hukum seperti kepolisian memiliki rekam jejak yang buruk beberapa tahun terakhir.

Kasus Rempang menunjukkan secara jelas aparat keamanan menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang dan berlebihan. Gas air mata yang ditembak ke arah sekolah menyebabkan sedikitnya 25 siswa dibawa ke RS. Proyek strategis nasional (PSN) kerap lekat dengan kekerasan aparat. “Pemerintah dan aparat negara seharusnya tidak mengabaikan hak asasi manusia, dalam situasi apapun,” kata Wirya dikonfirmasi, Minggu (10/12/2023).

Baca juga:

Persoalan serupa dihadapi masyarakat Papua. Wirya menyebut periode Januari 2018-Mei 2023 ada 114 individu meregang nyawa akibat kekerasan aparat. Selain itu periode Juni 2019-Juni 2023 di 38 provinsi setidaknya ada 171 korban diduga kuat pelakunya aparat keamanan. Berbagai kasus itu harus menjadi catatan penting capres-cawapres sebagai pekerjaan rumah yang perlu segera dituntaskan.

Amnesty Internasional Indonesia menyoroti beberapa regulasi bermasalah misalnya UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP, RUU Perubahan Kedua UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Cipta Kerja dan lainnya. Dalam 5 tahun terakhir UU ITE menjerat 504 korban yang menjadi tersangka karena bersikap kritis secara terbuka kepada kekuasaan. Pembela HAM menjadi salah satu kelompok yang rentan jadi target UU ITE. Seperti yang dialami Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar, yang dituntut masing-masing 3,5 tahun dan 4 tahun penjara karena mengkritik pejabat.

Kasus Fatia-Haris menambah deret panjang daftar pembela HAM yang dikriminalisasi karena menyampaikan ekspresi secara damai. Periode Januari 2019-Mei 2023 sebanyak 1.106 menjadi korban kriminalisasi. “Negara justru seharusnya melindungi hak atas kebebasan berekspresi, termasuk suara-suara kritis atas pejabat publik. Kriminalisasi terhadap Fatia dan Haris menggambarkan meningkatnya penindasan yang dihadapi oleh para aktivis yang mengekspresikan perbedaan pendapat,” ujar Wirya.

Tags:

Berita Terkait