Mencermati Ulang Hak Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan dalam Perjanjian Kredit
Kolom

Mencermati Ulang Hak Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan dalam Perjanjian Kredit

Ada empat tantangan yang tercatat dan perlu segera dibuat jalan keluarnya dari pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual sebagai benda jaminan.

Bacaan 5 Menit
Airlangga Z Pratama. Foto: Istimewa
Airlangga Z Pratama. Foto: Istimewa

Hak Kekayaan Intelektual berpeluang dijadikan sebagai jaminan kebendaan dalam perjanjian kredit sejak berlakunya Undang-Undang Hak Cipta di tahun 2014 dan Undang-Undang Hak Paten di tahun 2016. Namun, aturan pelaksanaan atas hal tersebut tidak kunjung hadir sampai belakangan ini terbit Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP No. 24 Tahun 2022). Peraturan pelaksanan ini sebenarnya bukan mandat dari Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Hak Paten. Meski begitu, isi PP No. 24 Tahun 2022 memuat aturan dan syarat Hak Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan jaminan kredit.

Harus diakui pada praktiknya masih banyak pro dan kontra sekaligus peluang dan tantangan. Penulis akan menguraikannya sebagai wacana penting untuk dipahami publik. Setidaknya ada tiga peluang positif pelaksanaan Hak Kekayaan Inteletual sebagai benda jaminan.

Pertama, Indonesia memiliki pelaku ekonomi kreatif yang banyak. Indonesia adalah jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan ragam budaya. Konidisi ini membuat Indonesia menjadi salah satu sumber terbesar pelaku ekonomi kreatif dunia. Berbagai kajian menyebut Indonesia ada di posisi dua tingkat dunia setelah Amerika Serikat, kemudian disusul oleh Korea Selatan.

Baca juga:

Data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia mencatat ekonomi kreatif di Indonesia diperkirakan bernilai Rp 1.191 triliun dan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 18juta orang. Fakta ini jelas merupakan peluang besar. Bersamaan dengan itu, kebolehan Hak Kekayaan Intelektual dijadikan benda jaminan atas perjanjian kredit menjadi peluang bagi pelaku ekonomi kreatif yang memiliki aset Hak Kekayaan Intelektual. Mereka bisa terus berkembang dan lebih maju. Mereka juga akan ikut meningkatkan taraf ekonomi masyarakat luas yang berujung memperkecil tingkat kemiskinan di Indonesia.

Kedua, pelaku ekonomi kreatif akan lebih mudah lolos prinsip 5C. Perlu diingat bahwa Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur Bank sebagai lembaga keuangan dengan cara kerja tertentu. Fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Salah satu caranya dengan menyalurkan pinjaman bank yang terikat prinsip 5C.

Secara ringkas, masing-masing adalah character (mengenai kepribadian dari calon debitur seperti pribadi, sifat, cara hidup serta latar belakang keluarganya), capacity (kemampuan calon debitur dalam mengelola uang dalam menjalankan usahanya, bank menganalisis bagaimana pengalaman dan sejarah calon debitur dalam menjalankan usaha sebelumnya), capital (kondisi keuangan yang dimiliki calon debitur, bank akan memeriksa laporan keuangan dan neraca pada usaha debitur, apakah flow keuangan calon debitur sehat serta untuk menentukan besaran pagu yang akan difasilitasi oleh bank), condition (bagaimana kondisi ekonomi serta tren ekonomi yang akan dianalisis dengan prospek usaha debitur, apakah kegiatan usaha debitur sesuai atau selaras dengan kondisi ekonomi), dan collateral (jaminan yang dapat dipegang bank sebagai bentuk pengamanan bank untuk menjamin kembali pinjaman yang disalurkan kepada debitur).

Tags:

Berita Terkait