Mendorong Keterbukaan Dokumen Perizinan Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup
Terbaru

Mendorong Keterbukaan Dokumen Perizinan Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup

Pengecualian informasi yang dibuka kepada publik sebagaimana diatur UU Keterbukaan Informasi Publik sifatnya terbatas. Badan publik harus menjelaskan apa dampak negatif yang muncul jika informasi yang dikecualikan itu dibuka untuk publik.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Deputi Direktur Program ICEL Grita Anindarini. Foto: icel.or.id
Deputi Direktur Program ICEL Grita Anindarini. Foto: icel.or.id

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Indonesia perlu dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sesuai prinsip Good Governance. Kalangan masyarakat sipil menilai salah satu contohnya melalui keterbukaan dokumen perizinan dan kontrak sebagaimana telah diatur dalam regulasi terkait informasi publik. Tapi praktiknya menghadapi berbagai tantangan.

Deputi Direktur Program ICEL Grita Anindarini, mencatat ada beberapa hal yang perlu terus di dorong ke depan soal keterbukaan dokumen perizinan dan kontrak di sektor sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Seperti kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) dan lainnya. Hasil riset ICEL 2017-2022 terhadap putusan sengketa informasi menunjukkan masih banyak badan publik yang menganggap dokumen perizinan dan kontrak di sektor SDA dan lingkungan hidup itu tidak masuk kategori terbuka untuk publik.

Dari seluruh hasil putusan sengketa itu, Grita menyebut sebanyak 60 persen informasi yang disengketakan harus dibuka seluruhnya. Ada juga putusan ajudikasi sengketa informasi yang menolak permohonan keterbukaan informasi. Tapi untuk dokumen terkait izin yang sifatnya tata usaha negara harus terbuka kepada publik.

“Informasi yang wajib tersedia setiap saat,” katanya dalam diskusi bertema ‘Pembelajaran dan Praktik Baik Keterbukaan Dokumen Perizinan dan Kontrak SDA Melalui Open Government Partnership’, Rabu (10/05/2023).

Baca juga:

Grita mengingatkan Pasal 17 UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mengatur pengecualian untuk membuka informasi, tapi sifatnya terbatas. Setidaknya ada 2 bentuk pengecualian informasi yakni absolut dan pengecualian dengan kualifikasi. Pengecualian absolut meliputi data dan dokumen yang berkaitan dengan data pribadi. Untuk penecualian dengan kualifikasi badan publik harus menjelaskan apa konsekuensi negatif yang timbul jika informasi yang dikecualikan itu dibuka kepada publik.

“Jadi yang dikecualikan untuk dibuka informasinya itu bukan dokumennya tapi informasi dalam dokumen itu jika memang terbukti akan meniimbulkan dampak negatif,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait