Mendorong Pergerakan Nasib Revisi UU Perlindungan Konsumen
Terbaru

Mendorong Pergerakan Nasib Revisi UU Perlindungan Konsumen

Upaya memperkuat perlindungan konsumen digital, revisi UU dan peraturan, penegakan hukum yang efektif, dan peningkatan kesadaran dan literasi keuangan menjadi langkah penting yang harus diambil.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Perkembangan era teknologi berdampak besar terhadap kegiatan perekonomian. Namun ada pula aspek negatifnya, berupa kian maraknya berbagai pelanggaran konsumen pada transaksi ekonomi digital. Setidaknya masih kerap terjadi seiring tingginya penggunaan teknologi internet dalam aktivitas masyarakat mulai dari jual-beli online atau e-commerce hingga financial technology (fintech). Kondisi tersebut makin menunjukan betapa urgen pelindungan hak konsumen digital perlu ditingkatkan dengan merevisi  UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindngan Konsumen.

Media Relations Manager Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Vera Ismainy, menjelaskan upaya preventif melalui edukasi konsumen dan literasi keuangan yang lebih baik diperlukan untuk memastikan perlindungan konsumen. Dia mengutip data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) periode 2021, pengaduan terhadap industri jasa keuangan mencapai 49,6 persen dari seluruh pengaduan yang diterima.

Sekitar 22 persen di antaranya terkait dengan perusahaan pemberi pinjaman peer-to-peer (P2P) ilegal. Sedangkan sektor e-commerce mengikuti di tempat kedua dengan 17,2 persen keluhan, yang sebagian besar terkait dengan pengiriman, kegagalan konsumen menerima produk yang dipesan, dan kualitas produk.

Meskipun pemerintah telah melakukan upaya untuk memperbarui peraturan dalam menghadapi jaringan ekonomi digital, Vera menyampaikan perbaikan yang signifikan masih diperlukan untuk menegakkan peraturan tersebut secara efektif. Inisiatif merevisi UU 8/1999 sedianya menjadi usul insiatif DPR. Apalagi Revisi UU 8/1999 sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023 dengan nomor urut 6. Hanya saja nasib Revisi UU 8/1999 belum ada pergerakan signifikan di DPR.

Baca juga:

Menurutnya UU 8/1999 mulai berlaku pada April 2000, beberapa dekade sebelum transaksi digital berkembang pesat. Oleh karena itu, adopsi UU dan peraturan baru oleh pemerintah sangat penting untuk mengikuti perkembangan industri yang dinamis dan cepat. Pada Mei 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperbarui ketentuan tentang perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan melalui Peraturan OJK No. 6/POJK.07/2022. Beleid itu memuat kewajiban keterbukaan dan transparansi terkait layanan dan informasi produk, serta penyempurnaan persyaratan perlindungan data dan informasi konsumen.

Di sisi lain, DPR telah mengesahkan UU No.27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) pada Oktober 2022 lalu. Aturan tersebut menetapkan persyaratan untuk pemrosesan data dan hak pribadi. Meskipun PDP membahas sebagian besar masalah perlindungan data, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) masih perlu membuat peraturan pelaksanaan yang lebih rinci.

“Namun, peraturan saja tidak cukup untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah perlu meningkatkan penegakan hukum dan melakukan upaya pencegahan. Selain itu, kritik terhadap UU perlindungan data, termasuk netralitas dan independensi lembaga pengawas yang akan ditunjuk oleh Presiden, juga perlu dijawab,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (11/7/2023).

Tags:

Berita Terkait